TAIPEI – Presiden Taiwan Ma Ying-jeou kemarin mengungkapkan unifikasi dengan China bukan agenda untuk saat ini. Penegasan itu sebagai tanggapan setelah Presiden China Hu Jintao menyerukan unifikasi dengan Taiwan.
Ma juga menyarankan China untuk meningkatkan demokrasi Taiwan. “Kita tetap mempertahankan status quo ‘tidak ada unifikasi, tidak ada kemerdekaan, dan tidak ada penggunaan kekuatan militer,” kata dikutip AFP saat peringatan 100 tahun revolusi pendirian Republik China. “Hal ini membuat ketegangan di Selat Taiwan sangat tenang dan mengumpulkan pengakuan serta dukungan masyarakat internasional,” katanya.
Presiden Taiwan mengatakan dalam pidatonya bahwa aspirasi pendiri Republik China pada seabad lalu mendirikan sebuah banga demokratis dan bebas dengan distribusi kekayaan yang adil. “Daratan berusaha untuk menuju arah itu,” ujarnya di depan para pendukungnya.
“Republik China bukan hanya sekedar nama sebuah bangsa; tetapi itu juga cara pandang demokatis dan kebebasan, dan melaani masyarakat China untuk mencapai kemerdekaan dan demokrasi,” kata Ma. “Hidup demokrasi Taiwan,” demikian teriak Ma untuk membakar semangat para hadirin di pertemuan itu.
Hanya saja, para pejabat di kantor pemerintahan Taipei tidak dapat menjelaskan apakah pidato Ma itu memang diperuntukkan untuk menanggapi pernyataan Hu sebelumnya. Namun, sepertinya pidato Ma memang sebagai balasan atas pidato Hu.
Pada Minggu (9/10), Presiden China Hu Jintao saat memperingati 100 tahun peringatan, menyatakan reunifikasi dapat dicapai dengan jalur damai. China dan Taiwan telah dipisahkan sejak akhir perang sipil pada 62 tahun lalu. Tetapi Beijing masing mengklaim Taiwan masuk dalam teritorial mereka dan berjanji untuk merebutnya kembali.
Saat Ma juga berada posisi yang sulit. Dia dikenal dekat dengan Beijing. Dia kini berjuang meredam serangan oposisi yang menuding bahwa kerjasama ekonomi yang erat dengan China untuk memicu Taiwan kembali ke pangkuan Negeri Panda.
Upacara itu menandai Revolusi Xinhai yang menggulingkan dinasti Qing dan menumbangkan lebih dari 2.000 tahun sejarah kekaisaran di Negeri Panda itu. Sun Yant Sen memimpin pemberontakan melawan Dinasti Qing pada 10 Oktober 1911. Pemberontakan itu menyebabkan penggulingan kekuasaan kekaisaran dan memunculkan harapan bahwa China bisa terbebas dari jajahan bangsa asing selama satu setengah abad.
Republik China berdiri dua setengah bulan kemudian. Tak lama setelah itu, terjadi perang sipil di China. Perang tersebut diakhiri dengan kemenangan Partai Komunis pimpinan Mao Zedong atas kubu nasionalis pimpinan Chiang Kai-shek pada 1949.
Kalah, dirinya pun melarikan diri ke Taiwan. Pada tahun itu, Komunis mengambil alih kekuasaan dan para penguasa Republik memindahkan kekuasaan ke Taiwan. Tapi, Komunis tetap menggunakan nama Republik China, dan Beijing tetap mengakui kedaulatan Pulau Taiwan. (andika hendra m)
No comments:
Post a Comment