Tuesday, August 04, 2015

BERMIMPI JADI MITRA BINAAN BNI #69TahunBNI

OMc adalah brand yang diciptakan istriku, Nur Hofifah. Aku sendiri bukan orang yang lahir dari kalangan keluarga pebisnis dan pedagang. Berbeda dengan istriku. Orang tuanya pedagang. Saudara kandungnya juga mayoritas berbisnis. Berbeda denganku. Duniaku itu menulis dan mengajar. Tapi, keinginan untuk berbisnis tetap terpatri dalam hatiku karena hasrat istriku yang selalu ingin berbisnis. Apalagi, istriku selalu menasehatiku, menjadi bos meskipun berskala kecil, tetap bos. Beda dengan kuli yang bergaji miliaran, tetap saja kuli. “Bagaimana kita memulai bisnis?” tanya istriku saat menikmati teh sembari menonton televisi. Dan saat itu ditanyakan iklan BNI. “Utang bank? Itu ada iklan BNI. Bagaimana kalau kita ajukan kredit ke BNI?” tanyaku. “Mau menggadaikan apa? Surat tanah?” “Bukannya BNI memiliki mitra binaan. Kita bisa ajukan proposal agar menjadi mitra binaan BNI. Dari sana, pasti bisa dapat kredit dengan persyaratan yang lebih mudah.” “Menarik juga!” Aku dan istriku mencari informasi mengenai mitra binaan BNI. Ternyata itu merupakan program Corporate Social Responsibility. Jelas itu sangat tepat dengan bisnis yang akan dikembangkan istri. Yakni, fashion. Istriku memang bercita-cita menjadi fashion designer. Walaupun, dia tak pernah kursus menjahit atau sekolah fashion design. Tapi dia kreatif dan minimal bisa menjahit. Istriku semakin tertarik untuk menjadi mitra binaan BNI. Setelah browsing di internet, tapi, dia tak menemukan cara untuk menjadi mitra binaan BNI. Aku mencoba membantu mencari informasi tersebut, ternyata tak menemukannya. Kami berdua berencana bertanya ke kantor cabang BNI terdekat di rumah kami. Tapi, itu belum direalisasi. Aku pun mencoba alternatif agar menjadi mitra binaan bank selain BNI. Tetapi, istriku enggan. Dia memilih BNI. Entah kenapa istriku bersemangat dengan program BNI tersebut. “Kenapa harus jadi mitra binaan BNI?” tanyaku kepada istriku selepas browsing internet. “Coba lihat situs BNI ini!” kata istriku sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah tablet berukuran 10 inchi. “Apanya?” “Lihat, fokus mitra binaan BNI itu usaha kreatif fashion.” Istriku memang ingin membuka butik. Brand sudah ada. OMc. Butik yang menjual pakaian gamis dan baju muslim. Bukan reseller seperti kebanyakan teman-teman istriku. Tapi dia ingin mendesain baju gamis sendiri. Dan dijahit sendiri. Jika pesanannya sudah banyak, istriku ingin merekut merekrut komunitas hafizah sebagai mitranya. Nantinya, istriku juga ingin bekerja sama dengan alumni pondok pesantran Lirboyo. “Benar. Aku kok baru sadar ya... bukannya kamu memang fokus ke butik...,” akuiku dengan penuh kesadaran. “Lihat. BNI juga mengajak mitra binaan untuk ikut pameran baik di kota besar. Minimal kita bisa berpameran. Siapa kira BNI mengajak mitra binaannya untuk go international!” “Benar juga.” OMc bukan hanya sekedar mimpi. Istriku sudah memulai mewujudkan mimpinya. Sekitar enam bulan lalu, aku menghadiahkan mesin jahit untuk istriku. Istriku pun mulai merancang baju gamis untuk dipakai sendiri. Selain itu, dia juga menjahit jas untukku. Bahkan jas tersebut sudah aku pakai menghadiri acara di Benua Kanguru. Itu bukti kalau karya istri sudah go international!
Sayangnya, OMc belum grandlaunching. Tapi kami sudah softlauching. Aku masih mengumpulkan tabungan untuk membeli mesin obras dan mesin bordir. Meskipun sebenarnya aku mampu membeli kedua mesin tersebut, tetapi istriku tetap berkeinginan skala prioritas lainnya dibandingkan membeli dua mesin pendukung OMc itu. Istriku bilang kalau OMc insha Allah akan mendapatkan rezeki. Aamiin, kataku.
Sama seperti BNI, OMc juga suka berbagi. Produk OMc dibagikan untuk keponakan. Istriku mendesain tiga baju anak dan diberikan kepada Ocha, Ifda dan Hamna. Baju itu lebaran. Merayakan lebaran dengan baju lebaran OMc. Berbagi sungguh menyenangkan dan menggembirakan. “Mas, aku punya mimpi lebih besar lagi selain OMc?” tutur istriku ketika aku menikmati es teh. “Apa keliling Eropa?” tanyaku. “Bukan. Bagaimana kita menjadi Cerih sebagai Kampoeng BNI!” Berdasarkan informasi yang aku tahu, kalau Kampoeng BNI merupakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui penyaluran kredit lunak dengan sistem klaster yang dilakukan di beberapa daerah. Dikutip dari situs BNI, tujuan pembentukan Kampoeng BNI adalah untuk mengembangkan potensi ekonomi masyarakat di suatu kawasan pedesaan melalui pinjaman lunak program kemitraan maupun bantuan bina lingkungan untuk menunjang aktivitas ekonomi lokal di daerah tersebut. Pada saat ini konsep Kampoeng BNI dibangun atas prinsip community enterprise, dimana satu klaster memiliki berbagai macam produk yang menjadi keunggulan atau ciri khas daerah tersebut. “Apa yang bisa dikembangkan di Cerih?” tanyaku penuh keyakinan. “Kampoeng Batik Tegal mungkin? Kampoeng Tempe?” kata istriku. “Betul. Namanya juga mimpi. Tapi kita fokus OMc dulu. Setelah itu kembangkan Cerih sebagai Kampoeng BNI!” “Sepakat!” Mitra binaan dan Kampoeng BNI merupakan dua program Corporate Social Responsibility yang patut diacungi jempol. Kenapa? Karena itu bersentuhan dengan mimpi istriku. Tentunya mimpiku juga. Program Corporate Social Responsibility yang mampu menyentuh orang kreatif seperti aku dan istriku. Program Corporate Social Responsibility yang mampu mewujudkan mimpi anak muda Indonesia. Bukan hanya sekedar program Corporate Social Responsibility yang hanya sekedar berbagi saja.
Referensi: www.bni.co.id Foto: 1. Seorang model mengenakan gamis karya desain Opiep Mustaqim. 2. Berpose dengan jas buatan istriku, OMc, di Martin Place Street, Sydney. 3. Ifda mengenakan baju OMc hasil desain Opiep Mustaqim

BNI PENUH PRESTASI #69TahunBNI

Sore beberapa tahun lalu. Aku bertemu Bim Bim. Pertemuan itu hanya via dunia maya. Hingga berlanjut dengan chatting via BBM dan WA. Dia temanku saat kuliah di Malang. Bim Bim namanya. Meski beda jurusanku denganku, Bim Bim itu kuliah jurusan teknologi pertanian. Setahuku, Bim Bim dulunya bekerja sebagai manajer toko ritel. Tidak puas dengan salary dan karir, dia memilih bergabung dengan sebuah bank terbesar di Indonesia. Jelas, bank itu adalah Bank BNI. Aku juga pernah bertemu dengan Bim Bim di Jalan Fatmawati, Pondok Labu. Saat itu, Bim Bim masih pelatihan. Dia mengenakan kemeja putih dan celana hitam sedang berjalan di trotoar di saat jam makan siang. Tapi aku tak sempat mengobrol panjang. Aku masih ada urusan selepas mengajar. Ya, Bim Bim memilih bekerja di BNI, bukan di bank lain. Pasti ada alasannya. Ternyata alasan pertama adalah prestasi yang dimiliki BNI. Kalau karir dan gaji, itu sudah pasti. Semua orang bekerja pasti karena dua hal itu. Tapi prestasi yang dimiliki perusahaan tempat bekerja menjadi sangat penting. Logika yang dipakai Bim Bim tentunya sama dengan kebanyakan orang Indonesia menabung karena di BNI karena prestasi. Selain karena banyak cabang dan ATM-nya. Kalau karena kantor mewajibkan tabungan BNI karena transfer gaji, itu adalah urusan lain. Yang jelas, prestasi suatu bank juga menjadi jaminan ketenangan bagi nasabah. Ingin bukti? Coba survei sendiri. Maklum saya sudah mensurvei sendiri. “BNI PENUH PRESTASI!” gumamku. Pada awal April lalu, BNI dinyatakan sebagai bank terbaik di Indonesia sebagai penyedia solusi Cash Management. Seperti aku baca di TribunNews.com, prestasi BNI dalam Transactional Banking Services itu diakui Penghargaan The Corporate Treasurer 2013 yang memberikan Best Cash Management Bank for Indonesia. BNI mendapat penghargaan sebagai bagian dari Asia-Pacific Country Transaction Bank Awards. Penghargaan itu diserahkan The Corporate Treasurer kepada Direktur Business Banking BNI Krishna Suparto di Singapura. “Mantap!” yakinku.
BNI semakin hebat karena memiliki lebih dari 1.800 nasabah korporasi dan 16 ribu komersial kelas menengah ke bawah untuk menjadi nasabah produk Cash Management BNI. Kemudian, BNI memiliki 1.687 outlet yang tersebar di 34 provinsi dan 381 kabupaten, dan lima kantor cabang di luar negeri; yaitu di London, New York, Tokyo, Singapura, Hongkong; satu sub branch di Osaka; Limited Purpose Branch di Singapura; dan Remittance Representative yang tersebar di Malaysia, Saudi Arabia, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. “Keren!” sungguhku. Pilihan Bim Bim untuk bekerja dan jutaan orang menabung di BNI semakin benar karena banyaknya prestasi yang dimiliki bank tersebut. Pada bulan Maret lalu, aku juga mendengar kabar kalau BNI berhasil memperoleh penghargaan dalam acara Digital Brand of The Year 2015 kategori produk perbankan, BNI Taplus dan Kartu Debit BNI. Aku mengetahui informasi itu ketika membaca laman Bisnis.com. Kenapa BNI bisa meraih penghargaan itu? Digital Brand of The Year 2015 itu berdasarkan indeks Digital Brand hasil survei iSentia dan Biro Riset sebuah media nasional pada 2015, dibandingkan dengan produk perbankan sejenis di Indonesia. Ternyata BNI sudah berekspansi dengan memanfaatkan teknologi dan digital channel telah menjadi salah satu strategi utama sektor consumer banking. Aku sangat paham. Akun media sosial BNI memang sangat aktif. Menurutku secara pribadi, BNI memang sangat paham dalam mengetahui perkembangan nasabah. Di mana banyak nasabah yang memiliki media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Komunikasi dengan nasabah dijalin melalui media sosial. Orang tak lagi bertemu dengan teller, tetapi cukup dengan admin Twitter BNI dan admin Facebook BNI. “BNI itu pasti bank masa depan!” prediksiku. Referensi: http://finansial.bisnis.com/read/20150327/90/416652/bni-taplus-dan-kartu-debit-sabet-penghargaan http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/04/02/bni-bank-terbaik-penyedia-solusi-manajemen-keuangan http://bni.co.id/id-id/tentangkami/penghargaan.aspx

Friday, April 24, 2015

Rajanya Hortikultura

Sekitar enam tahun lalu, saya kebetulan mudik ke kampung halaman. Cuti sejenak dari rutinitas kantor yang menyita waktu dan pikiran. Menjalin silaturahmi dengan keluarga dan teman lama. Ternyata, di situlah saya menemukan satu pencerahan yang luar biasa yang menyadarkan jiwa. Yah, pengalaman sepele namun menggugah pemikiran saya tentang apa yang bisa saya lakukan di masa mendatang. Apa itu? Balik ke kampung dan menjadi petani. Adalah Murni, seorang teman SMA saya. Seorang sarjana pertanian dari UNS Solo. Ketika kebanyakan kawan-kawannya memilih untuk merantau ke Jakarta, termasuk saya, selepas lulus kuliah, Murni tidak demikian. Dia tetap kembali ke kampung. Dan dia menjadi petani. Dia tak malu. Dia berani. Padahal dia seorang perempuan. “Saya lahir di keluarga petani. Aku ingin mati pun saat aku jadi petani. Tani itu hidupku,” yakin Murni kepadaku. Aku hanya bengong. Ketika ada tawaran menjadi PNS di Dinas Pertanian, Murni masih bertahan dengan pilihan dengan menjadi petani. Ketika ada ajakan dari dosennya untuk menjadi asistennya, Murni tetap menetapkan diri dengan pilihan hidupnya. Tawaran untuk bekerja di Jakarta sebagai peneliti pun ditampiknya. “Menjadi kaya itu tidak harus bekerja di Jakarta! Siapa bilang petani tak bisa kaya! Kaya itu bukan masalah harta. Tetapi yang penting kaya itu bisa menikmati hidup dan memberi manfaat!” nasehat Murni kepada saya. Murni itu seorang perempuan. Bukan lelaki. Visinya yang agung ternyata terwujud dalam waktu empat tahun. Bukan waktu yang singkat. Dia sudah menjadi bos! Sudah memiliki brand! Sudah punya karyawan! Asetnya sudah banyak. Dia membuktikannya kepada saya dan kawan-kawannya. Kalau jadi petani itu pilihan tepat! Jadi petani bukan pilihan yang salah! “Kapan kamu jadi petani?” tantang Murni kepada saya setiap saya berkunjung ke ladang milik Murni yang terhampar luas. Saya sengaja tak menjawabnya. “Nunggu pensiun?” ejek Murni lagi. Saya mencoba tersenyum dan menghindari jawaban itu. “Nunggu punya modal?” sindir Murni lagi. Saya hanya melihat hamparan kebun kacang panjang milik Murni yang terhampar luas. “Aku ajarin agar kamu sukses jadi petani! Tetapkan berinovasi. Itulah kuncinya!” yakin Murni. Saya tersentak. Hanya diam. Aku tak berkutik. Hanya mengamini saja. Murni memang berinovasi. Ketika banyak orang di kampungnya mengembangkan pertanian organik, dia memulainya. Ketika banyak petani di kampungnya menjual hasil bumi ke tengkulak, Murni memilih memasarkannya sendiri. Ketika banyak orang masih terjebak dengan retenir, dia mendirikan koperasi untuk para petani! Ketika banyak petani terjebak dengan tradisi, Murni berinovasi dengan memadukan antara ilmu pengetahuan dengan pertanian. Dan saya teringat dengan pernyataan Murni ketika membaca berita tentang hortikultura di Belanda. Tepatnya profil tentang Rob Baan, CEO Koppert Cress. Ternyata, inovasi adalah kuncinya dalam mengembangkan pertanian. Selama ini, di otak saya, yang namanya pertanian identik dengan kuno, tradisi, dan turun temurun. Paling-paling inovasinya hanya traktor dan kombinasi pupuk. Ternyata tidak! “Untuk menjadi pelopor di hortikultura seharusnya berkonsentrasi pada produk yang segar yang mengandung diet sehat dan obat penyakit seperti kanker dan diabetes,” kata Rob Baan, yang saya kutip dari webnya langsung www.koppertcress.com. Rob sukses mengembangkan perusahaannya dengan memproduksi herbal dengan kualitas tinggi di Belanda. Teknologi juga dikembangkan untuk mendukung hortikulturanya dengan spesifikasi di bidang herbal aromaterapi. Apa saja inovasi yang diterapkan Rob? Rob tidak menggunakan lampu LED untuk menerangi kebun rumah kacanya. Namun, dia membeli lampu yang mampu bertahan 20 tahun. Warna lampu yang dipilihnya adalah merah muda, bukan hijau. Untuk mengurangi biaya energi, Rob tidak menanam herbalnya dengan tanah, tetapi dia menggunakan popok yang mampu menyerap air dengan baik. Tidak ada tanah sama sekali yang digunakan Rob dalam menanam herbalnya. Dia mengembangkan selulosa putih yang dijadikan sebagai media untuk penanaman herbalnya. Tidak berhenti sampai di situ saja, Rob juga mengemas produk tanaman herbalnya di dalam kotak ketika dikirim ke pelanggannya. Satu kotak terdiri dari 16 kup tanaman dengan rasa yang berbeda-beda. Tanaman itu dapat bertahan hidup selama beberapa pekan. Kotak herbal itu diekspor ke 70 negara. Misi pendidikan yang diajarkan Rob adalah mengajak masyarakat untuk mengonsumsi herbal yang sehat untuk mencegah penyakit berbagai penyakit berbahaya. Ternyata itu bisa dihadirkan tanaman herbal. Bukan herbal yang telah kering dan dikemas layaknya obat. Rob menghadirkan herbal dalam kondisi segar sehingga memberikan manfaat yang lebih terasa dibandingkan dengan kemasan olahan. Untuk mewujudkan mimpinya seperti saat ini, Rob membutuhkan waktu dan proses yang lama. Selama 25 tahun, dia berkeliling dunia, khususnya Asia. Di sanalah pulalah dia menermukan inspirasi. “Saya kagum dengan tekstur dan rasa sayuran Asia yang tak dimasak,” katanya. Dari situlah, dia menemukan inspirasi untuk memproduksi sayuran yang sehat dan langsung dalam dimakan. Memang tidak bisa dibandingkan antara apa yang dilakukan Rob dan Murni. Masih bumi dan langit. Saya kagum dengan Rob yang notabene sudah goes international dengan inovasinya. Tapi saya tidak akan meremehkan Murni yang terus berinovasi. PING Saya melihat ponselku. Ternyata Murni mengirimkan pesan. Kapan balik kampung? Pertanyaan yang dikirim Murni. Saya sengaja tak menjawabnya. Masih nunggu pensiun kalau jadi petani? Provokasi Murni. Inovasi, jangan nunggu takdir Tuhan. Sindir Murni. Referensi Teks: 1. http://www.biobasedpress.eu/2013/12/rob-baan-koppert-cress-horticulture-should-be-more-innovative/ 2. http://centraleurope.koppertcress.com/en/content/cressformation-4 Referensi Foto: stichtingsamensterk.nl

Raja Belanda Rajanya Air

Pada 30 April 2013 silam, seperti biasa saya mengakses situs berita BBC. Bukan sekedar ingin tahu tentang berita internasional yang sedang tren. Tapi kebutuhan. Adalah saya sangat terkejut ketika membaca berita pelantikan Raja Belanda Willem-Alexander. Setelah dilantik, biasanya raja baru akan pawai keliling kota. Umumnya mereka mengenakan kereta kencana dengan kuda yang kekar. Tapi saya tak melihat hal itu pada perayaan pelantikan Raja Belanda Willem-Alexander. Apa yang terjadi? Pawai penyambutan raja baru itu dilakukan di sungai! Aneh bukan main. Maklum, aku belum pernah ke Belanda. Di Indonesia, sungai identik dengan kotor dan jorok. Segala sesuatu yang bersifat buangan dan sampah diidentikkan dengan sungai. Tapi, pawai raja baru justru dilakukan di Belanda. Berarti orang Belanda memiliki pola pikir dan persepsi yang berbeda tentang sungai. Buktinya pawai raja baru saja digelar di sungai! Adalah Sungai IJ di Amsterdam yang digunakan sebagai lokasi raja baru Belanda itu menyambut rakyat yang mengucapkan selamat dan mengelu-elukan. Saat saya melihat video pawai itu di YouTube, saya dibuatnya merinding. Lebih dari 200 kapal yang dihias dengan mayoritas warna orange ikut dalam pawai itu. Sepanjang tepian sungai, ribuan warga Belanda melambaikan tangan dan berteriak histeris menyambut haru raja baru mereka. Saya pun membayangkan bagaimana jika perayaan pelantikan presiden Indonesia mendatang, tidak menggunakan kereta kencana dan mengeliling jalanan protokol di Jakarta. Bukan mencontek dan meniru. Akan sangat atraktif jika perayaan presiden Indonesia diarak dengan menggunakan kapal di Sungai Ciluwung yang membelah Jakarta. Saya menjamin orientasi Indonesia tidak lagi ke darat, tetapi ke air, bisa sungai dan laut. Apalagi, program pemerintah berkuasa di Indonesia berorientasi ke air, terutama maritim. Maaf, itu hanya saran saya sebagai warga negara biasa. Ternyata dalam pelantikan Raja Willem-Alexander juga diperdengarkan sebuah lagu yang didedikasikan untuk raja baru itu. Lagu itu cukup bagus, menurut saya. Meskipun, lagu cukup mendapatkan kritikan pedas di Belanda. Saya tak membahas hal itu, karena saya tidak suka mengkritik karya orang, saya lebih suka berkarya. Judul lagu penghormatan itu berjudul "Het Koningslied" atau diterjemahkan dalam bahasa Inggris “King's Song”, saya terjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi “Lagu untuk Raja”. Lagu itu dinyanyikan Marco Borsato dan Trijntje Oosterhuis dengan alunan rap dari Lange Frans. John Ewbank merupakan pencipta lagu tersebut. Saya tak mampu menjelaskan kepiawaian mereka, karena saya tak mengenal mereka. Maaf... Lagu versi bahasa Belanda itu saya dengarkan dan saya rasa cukup asyik. Tapi, karena saya tak paham Bahasa Belanda, saya memilih mencari terjemahan dalam Bahasa Inggris. Dan itu saya temukan di situs berita DutchNews. “I will build a dyke with my bare hands / And keep the water away from you.... The W for water we won’t give way to / We’ll drain it and build dykes...” demikian beberapa bait dalam lagu itu. Saya mencoba menerjemahkan dalam Bahasa Indonesia. “Saya akan membangun bedungan dengan tangan kosong / Anda menjauhkan air dari kamu.... W untuk air, kita tidak akan kalah/ Kita akan membedungnya dan membangun bendungan...” Berdasarkan analisis lagu itu, secara kasat mata sangat jelas, salah satu tanggungjawab utama seorang Raja Belanda adalah mengurusi air. Faktanya? Raja Willem-Alexander adalah seorang pakar manajemen air. Salut untuk Sang Raja. Kepakaran dalam bidang manajemen air itu ditunjukkan Willem-Alexander dengan keterlibatannya secara aktif dalam manajemen air baik di tingkatan Belanda hingga dunia. Pada 2000, dia ditunjuk sebagai kepala Komisi Manajemen Air Terintegrasi Belanda. Salah satu kontribusi nyata Willem-Alexander adalah Program Delta yang sukses menyelamatkan Belanda dari dampak perubahan iklim. Apa itu Program Delta? Dalam satu paragraf saya berusaha menjelaskannya. Program Delta merupakan proyek raksasa membendung Laut Zuiderzee dengan tanggul sepanjang 30 km. Program itu telah dimulai sejak 1937 dan terus berkembang sekarang. Terbosan inovatif yang dilakukan Willem-Alexander adalah mendirikan "Future Fund" untuk memberikan kredit bagi pengusaha kecil dan menengah. Menariknya, hasil dari "Future Fund" akan digunakan untuk membiayai penelitian dasar dan terapan, khususnya berkaitan dengan teknologi Delta. "Teknologi Delta merupakan salah satu sektor inovasi yang mampu menyelamatkan Belanda dari banjir," klaim Willem-Alexander pada pidato kenegaraan pada 16 September 2014 silam. Inovasi Delta menjadikan Belanda sebagai pemimpin di bidang manajemen air. Boleh saya katakan, berkat inovasi Delta juga, Raja Belanda merupakan satu-satunya pemimpin dunia yang ahli dalam bidang manajemen air. Bukan hanya jaminan inovasi yang diberikan Willem-Alexander. Dia juga menjamin Program Delta akan memiliki anggaran yang cukup. "Delta akan membuat negara kita semakin aman dan memberikan sektor air Belanda semakin kuat," janjinya. Raja Willem-Alexander memang selalu menekankan pentingnya inovasi. Belanda memang identik dengan inovasi sejak dahulu kalu. Inovasi itulah yang menjadikan produktivitas orang Belanda lima kali lipat lebih tinggi dibandingkan negara-negara Eropa lainnya. Menakjubkan! Bagaimana dengan Indonesia? Hanya jadi penonton atas kesuksesan Willem-Alexander memimpin inovasi Program Delta? Tidak. Pada September 2013, Jakarta telah menjadi sister city dari Kota Rotterdam yang ditandatangani oleh Walikota Rotterdam, Aboutaleb, dan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Ketika posisi gubernur dilanjutkan kepada kerjasama itu tetap dilanjutkan oleh Basuki Tjahaja Purnama. Fokus kerjasama adalah mengintegrasikan pengelolaan air perkotaan, termasuk pengembangan kapasitas dan pertukaran pengetahuan. Referensi Teks: 1. http://www.hollandtrade.com/media/features/special-reports/investiture/?bstnum=5226 2. https://www.rabobank.com/en/about-rabobank/background-stories/food-agribusiness/royal-vision-on-innovative-future-of-farming.html 3. http://www.nesoindonesia.or.id/berita/2014/september/jakarta-dan-rotterdam-perkuat-hubungan-dalam-pengelolaan-air-perkotaan Referensi Foto: www.hollandtrade.com