Tuesday, December 29, 2009

ALAMAT KEDUTAAN BESAR NEGARA ASING DI INDONESIA

Kedutaan Besar Afghanistan


Jl. Dr. Kusumaatmaja S.H. 15, Jakarta 10310


Telepon : (021) 314-3169


Fax : (021) 335-390


Email: afghanembassy_indo@yahoo.com



Kedutaan Besar Afrika Selatan


Wisma GKBI, 7th Floor, Suite 705


Jl. Jenderal Sudirman No. 28, Jakarta 10210


Telepon : (021) 574-0660


Fax : (021) 574-0661


Email: saembjak@centrin.net.id


Website: www.saembassy-jakarta.or.id



Perwakilan Albania untuk Indonesia


2952, Jl. Bukit Ledang, Off Jalan Duta,


Kuala Lumpur 50480, Malaysia


Phone: (60-3) 2093-7808, 2093-8102


Fax: (60-3) 253-7359



Kedutaan Besar Algeria/Aljazair


Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 10-1


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 525-4719 / 525-4809


Fax : (021) 525-4654


Email: ambaljak@cbn.net.id


Website: www.algeria-id.org



Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta


Jl. Medan Merdeka Selatan No. 5, Jakarta 10110


Telepon : (021) 3435-9000


Fax : (021) 386-2259


Email: jakconsul@state.gov


Website: www.usembassyjakarta.org



Kedutaan Besar Amerika Serikat di Bali


Jl. Hayam Wuruk 188 Denpasar - Bali, Indonesia


Phone: (62-361) 233-605


Fax: (62-361) 222-426



Kedutaan Besar Amerika Serikat di Surabaya


Jl. Raya Dr. Sutomo No. 33


Surabaya, Jawa Timur


Phone: (62-31) 568-2287, 568-2288


Fax: (62-31) 567-4492



Kedutaan Besar Arab Saudi


Jl. M.T. Haryono, Kav. 27 Jakarta 13630


Telepon: (021) 801-1553 / 801-1537


Fax : (021) 801-1527



Kedutaan Besar Argentina


Menara Mulia Building, 19th Floor, Suite 1901


Jl. Jenderal Gatot Subroto, Kav. 9-11


Jakarta 12930


Telepon : (021) 526-5661


Fax : (021) 526-5664



Kedutaan Besar Australia


Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. C15-16


Jakarta 12940, Indonesia


Telepon : (021) 522-7111


Fax : (021) 522-7101





Kedutaan Besar Austria


Jl. Diponegoro 44, Jakarta 10310


Telepon : (021) 338-090 / 338-101 / 310-7451


Fax : (021) 390-4927



Kedutaan Besar Bangladesh


Jl. Denpasar Raya 3, Block A-13


Kav. 10, Kuningan Jakarta 12950


Telepon : (021) 525-1986 / 522-1574


Fax : (021)526-1807



Kedutaan Besar Belanda


Jl. H.R. Rasuna Said Kav. S-3, Jakarta 12950


Telepon : (021) 525-1515


Fax : (021) 570-0734



Kedutaan Besar Belgia


Deutsche Bank Building 16th Floor


Jl. Imam Bonjol 80, Jakarta 10310


Telepon : (021) 316-2030


Fax : (021) 316-2035



Kedutaan Besar Brasil


Menara Mulia Building, 16th Floor, Suite 1602


Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 9-11


Jakarta 12390


Telepon : (021) 526-5656


Fax : (021) 526-5659



Kedutaan Besar Brunei Darussalam


Wisma GKBI, Suite 1901


Jl. Jenderal Sudirman 28, Jakarta 10210


Telepon : (021) 574-1437 / 574-1438 / 574-1439


Fax : (021) 574-1463



Kedutaan Besar Bulgaria


Jl. Imam Bonjol 34-36, Jakarta 10310


Telepon : (021) 390-4048 / 390-4049



Kedutaan Besar Chile


Bina Mulia I building, 7th Floor


Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. 10, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-1131


Fax : (021) 520-1955



Kedutaan Besar Cina


Mega Kuningan No.2, Jakarta


Telepon : (021) 576-1037 / 576-1038 / 576-1039


Fax : (021) 576-1034



Kedutaan Besar Czech (Ceko)


P.O. Box 1319


Jl. Gereja Theresia 20, Jakarta


Telepon : (021) 390-4075 / 390-4077


Fax : (021) 336-282



Kedutaan Besar Denmark


Bina Mulia Building, 4th Floor


Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. 10, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520.4350


Fax : (021) 520-1962



Kedutaan Besar Emirat Arab


Jl. Sisingamangaraja C-4, Kav. 16-17


Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-6518 / 520-6552


Fax : (021) 520-6526





Kedutaan Besar Filipina


Jl. Imam Bonjol No. 6-8


Menteng, Jakarta 10310


Telepon : (021) 310-0302 / 314-9329 / 310-0334


Fax : (021) 315-9773 / 315-1167



Kedutaan Besar Finlandia


Bina Mulia Building I, 10th Floor


Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. 10, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-7408


Fax : (021) 525-2033



Kedutaan Besar Hungaria


Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. X No. 3


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-3459 / 520-3460


Fax : (021) 520-3461



Kedutaan Besar India


Jl. H.R. Rasuna Said, S-1, Kuningan


Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-4150 / 520-4152 / 520-4157


Fax : (021) 520-4160



Kedutaan Besar Inggris


Jl. M.H. Thamrin 75, Jakarta


Telepon : (021) 315-6264


Fax : (021) 314-1824 / 390-2726 / 390-7493



Kedutaan Besar Iran


Jl. H.O.S. Cokroaminoto 110


Telepon : (021) 331-391 / 334-637 / 331-378


Fax : (021) 310-7860



Kedutaan Besar Irak


Jl. Teuku Umar 38, Jakarta 10350


Telepon : (021) 390-4067


Fax : (021) 390-4066



Kedutaan Besar Italia


Jl. Diponegoro 45, Jakarta 10310


Telepon : (021) 337-445 / 323-490


Fax : (021) 337-422



Kedutaan Besar Jepang


Jl. M.H. Thamrin 24, Jakarta


Telepon : (021) 324-308


Fax : (021) 325-460



Kedutaan Besar Jerman


Jl. M.H. Thamrin 1, Jakarta


Telepon : (021) 390-1750


Fax : (021) 390-1757



Kedutaan Besar Kamboja


Panin Bank Plaza, 4th Floor


Jl. Palmerah Utara 52, Jakarta 11480


Telepon : (021) 548-4840 / 548-3716


Fax : (021) 548-3684



Kedutaan Besar Kanada


Wisma Metropolitan I, 5th Floor


Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29, Jakarta 12920


Telepon : (021) 525-0709


Fax : (021) 571.2251



Kedutaan Besar Korea Utara


Jl. H.R. Rasuna Said Kav.X No. 5, Jakarta 12950


Telepon : (021) 521-0181 / 522-2442 / 526-0066


Fax : (021) 521-0183



Kedutaan Besar Korea Selatan


P.O. BOX 4187 JKTM


Jl. Jenderal Gatot Subroto 57, Jakarta Timur


Telepon : (021) 520-1915


Fax : (021) 525-4159



Kedutaan Besar Kroasia


Menara Mulia building, Suite 2101


Jl. Gatot Subroto, Kav. 9-11, Jakarta 12930


Telepon : (021) 525-7822 / 525-7611


Fax : (021) 520-4073



Kedutaan Besar Kuba


Villa Pejaten Mas, Block G, No. 4


Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta 12520


Telepon : (021) 780-6673


Fax : (021) 780-7345 / 780-6673



Kedutaan Besar Kuwait


Jl. Denpasar Raya Block A-XII No. 1


Kuningan Timur, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-2477 / 520-2478 / 520-2479


Fax : (021) 520-4359 / 522-4931 / 526-5886



Kedutaan Besar Laos


Jl. Kintamani Raya C-15 No. 33, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-2673 / 522-9602


Fax : (021) 522-9601



Kedutaan Besar Libanon


Jl. YBR V No. 82, Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021)526-4306 / 525-3074 / 520-7121


Fax : (021) 520-7121



Kedutaan Besar Libia


Jl. Pekalongan 24, Menteng, Jakarta 10310


Telepon : (021) 335-308 / 335-754


Fax : (021) 335-726



Kedutaan Besar Malaysia


Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. X/6 No. 1-3


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 522-4947


Fax : (021) 522-4974



Kedutaan Besar Mali


Jl. Mendawai III No. 18


Kebayoran Baru, Jakarta 12130


Telepon : (021) 720-8472 / 726-8504


Fax : (021) 722-9589



Kedutaan Besar Maroko


Kuningan Plaza, South Tower, Suite 512


Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. C 11-14


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-0773 / 520-0956


Fax : (021) 520-0586



Kedutaan Besar Meksiko


Menara Mulia Building, Suite 2306


Jl. Gatot Subroto Kav. 9-11, Jakarta 12930


Telepon : (021) 520-3980


Fax : (021) 520-3978



Kedutaan Besar Mesir


Jl. Teuku Umar 68, Menteng, Jakarta 10350


Telepon : (021) 314-3440 / 331-141 / 335-350


Fax : (021) 314-5073





Kedutaan Besar Myanmar


Jl. Haji Agus Salim No. 109, Jakarta Pusat


Telepon : (021) 314-0440 / 327-684


Fax : (021) 327-204



Kedutaan Besar Nigeria


P.O. BOX 3649


Jl. Taman Patra IV No. 11-11A


Kuningan Timur, Jakarta 12950


Telepon : (021) 526-0922 / 526-0923


Fax : (021) 526-0924



Kedutaan Besar Norwegia


Bina Mulia Building I, 4th Floor


Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 10


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 525-1990


Fax : (021) 520-7365



Kedutaan Besar Pakistan


Jl. Teuku Umar No. 50


Menteng, Jakarta 10350


Telepon : (021) 314-4008 / 314-4009 / 314-4011


Fax : (021) 310-3947 / 310-3946 / 310-3945



Kedutaan Besar Papua New Guinea


Panin Bank Centre, 6th Floor


Jl. Jenderal Sudirman No. 1, Jakarta 10270


Telepon : (021) 725-1218


Fax : (021) 720-1012



Kedutaan Besar Perancis


Jl. M.H. Thamrin 20, Jakarta Pusat


Telepon : (021) 314-2807


Fax : (021) 314-3338



Kedutaan Besar Peru


Bina Mulia Building 2, 3rd Floor


Jl. H.R. Rasuna Said Kav.11


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-1176 / 520-1866


Fax : (021) 520-1932



Kedutaan Besar Polandia


Jl. Diponegoro No. 65, Jakarta 10310


Telepon : (021) 314-0509


Fax : (021) 327-343



Kedutaan Besar Qatar


Jl. Taman Ubud I No.5


Kuningan Timur, Jakarta 12920


Telepon : (021) 527-7751 / 527-7752


Fax : (021) 527-7754



Kedutaan Besar Rumania


Jl. Teuku Cik Ditiro No. 42A


Menteng, Jakarta Pusat


Telepon : (021) 310-6240 / 310-6241


Fax : (021) 390-7759



Kedutaan Besar Rusia


Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. X7 No. 1-2


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 522-2912 / 522-2914 / 522-5195


Fax : (021) 522-2916 / 522-2915





Kedutaan Besar Selandia Baru


P.O. BOX 2439


BRI II Building, 23rd Floor


Jl. Jenderal Sudirman, Kav. 44-46, Jakarta 10210


Telepon : (021) 570-9460 / 570-9470


Fax : (021) 570-9457 / 570-9471



Kedutaan Besar Singapura


Jl. H.R. Rasuna Said, Block 4, Kav. 2


Kuningan Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-1489



Kedutaan Besar Slovakia


P.O. BOX 1368


Jl. Prof. Moh. Yamin, S.H. No. 29


Menteng , 10310 Jakarta


Telepon : (021) 310-1068 / 315-1429


Fax : (021) 310-1180



Kedutaan Besar Spanyol


Jl. Haji Agus Salim No. 6, Jakarta 10350


Telepon : (021) 335-937 / 335-940 / 335-771


Fax : (021) 325-996



Kedutaan Besar Sri Lanka


Jl. Diponegoro No. 70, Jakarta 10310


Telepon : (021) 314-1018 / 316-1886 / 391-9364


Fax : (021) 310-7962



Kedutaan Besar Sudan


P.O. BOX 403


Wisma Bank Dharmala, 7th Floor, Suite 1


Jl. Jenderal Sudirman, Kav.28


Jakarta 12910


Telepon : (021) 521-2075



Kedutaan Besar Swedia


Menara Rajawali, 9th Floor


Jl. Mega Kuningan Lot 5/1, Jakarta 12950


Telepon : (021) 576-2690


Fax : (021) 576-2691



Kedutaan Besar Swiss


Jl. H.R. Rasuna Said, Block 3 No.2


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 525-6061


Fax : (021) 520-2289



Kedutaan Besar Syria


Jl. Karang Asem I No. 8


Kuningan Raya, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-4117 / 520-1641 / 525-5991


Fax : (021) 520-2511



Kedutaan Besar Thailand


Jl. Imam Bonjol No. 74, Jakarta 10310


Telepon : (021) 390-4052 / 314-7925 / 391-5651


Fax : (021) 310-7469



Kedutaan Besar Tunisia


Wisma Dharmala Sakti, 11th Floor


Jl. Jenderal Sudirman No. 32, Jakarta


Telepon : (021) 570-3432 / 570-4220


Fax : (021) 570-0016



Kedutaan Besar Turki


Jl. H.R. Rasuna Said, Kav.1, Jakarta 12950


Telepon : (021) 525-6250 / 526-4143 / 522-7440


Fax : (021) 522-6056 / 527-5673





Kedutaan Besar Ukraina


Jl. Simprug Permata I No.39, Jakarta 12220


Telepon : (021) 726-7575 / 720-5356


Fax : (021) 726-6969



Kedutaan Besar Uni Eropa


P.O. BOX 6454 JKPDS


Wisma Dharmala sakti, 16th Floor


Jl. Jenderal Sudirman Kav.32, Jakarta 10064


Telepon : (021) 570-6076


Fax : (021) 570-6075



Kedutaan Besar Uzbekistan


Jl. Brawijaya Raya No. 7, Block P-5, Jakarta


Telepon : (021) 739-9009 / 722-1640 / 913-4212


Fax : (021) 722-1640



Kedutaan Besar Vatikan


P.O. BOX 4227


Jl. Medan Merdeka Timur 18, Jakarta


Telepon : (021) 384-1142 / 381-0736


Fax : (021) 384-1143



Kedutaan Besar Venezuela


Menara Mulia, Suite 2005, 20th Floor


Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 9-11, Jakarta


Telepon : (021) 522-7547 / 525-7548


Fax : (021) 522-7549



Kedutaan Besar Vietnam


Jl. Teuku Umar, Jakarta 10350


Telepon : (021) 910-0163 / 315-8537 / 310-0358


Fax : (021) 314-9615



Kedutaan Besar Yaman


Jl. Yusuf Adiwinata No. 29, Jakarta 10350


Telepon : (021) 390-4074 / 310-8029 / 310-8035


Fax : (021) 390-4946



Kedutaan Besar Yordania


Jl.Denpasar Raya Block A-13, Kav.1-2


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-4400 / 520-4401


Fax : (021) 520-2447



Kedutaan Besar Yugoslavia


Jl. HOS Cokroaminoto No. 109, Jakarta 10310


Telepon : (021) 314-3560 / 334-157


Fax : (021) 314-3613



Kedutaan Besar Yunani


Plaza 89, 12th Floor


Jl. HR. Rasuna Said Kav. 7 No. 6


Kuningan, Jakarta 12950


Telepon : (021) 520-7776


Fax : (021) 520-7753

Monday, December 28, 2009

Hebatnya Pemikiran Manajemen Pendidikan Al-Mawardi

Imam Al-Mawardi menghendaki bahwa seorang guru benar-benar ikhlas dalam melaksanakan tugasnya. Mendidik dan mengajar harus diorientasikan kepada tujuan yang luhur, mengajar dan mendidik, merupakan aktivitas keilmuan yang mempunyai nilai dan kedudukan yang tinggi, yang tidak bisa disejajarkan dengan materi Imam Al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas dasar motif ekonomi. Keikhlasan dan kesadaran seorang guru dalam mendidik adalah kesadaran akan pentingnya tugas, sehingga akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal.

A. Pendahuluan
Menurut catatan sejarah Imam Al-Mawardi dilahirkan di Bashroh tahun 364 H, wafat di Baghdad pada tahun 450 H. Nama lengkapnya adalah Abu Al-Hasan Ali Ibnu Muhammad Ibnu Habib Al-Basry.
Dalam dunia pendidikan, pada awalnya Al-Mawardi menempuh pendidikan dinegeri kelahirannya sendiri, yaitu Bashroh. Di kota tersebut Al-Mawardi sempat mempelajari hadits dari beberapa ulama terkenal seperti Al-Hasan Ibnu Ali Ibnu Muhammad Ibn Al-Jabaly, Abu Khalifah Al-Jumhy, Muhammad Ibn ‘Adiy Ibnu Zuhar Al-Marzy, Muhammad Ibnu Al-Ma’aly Al-Azdy serta Ja’far bin Muhammad Ibn Al-Fadl Al-Baghdadi. Menurut pengakuan muridnya, Ahmad Ibn Ali Al-Khatib, bahwa dalam bidang Al-Hadits, Al-Mawardi termasuk tsiqot.1 Selain mendalami bidang Al-Hadits, Al-Mawardi juga mendalami bidang fiqh pada syekh Abu Al-Hamid Al-Isfarayani, sehingga ia tampil salah seorang ahli fiqh terkemuka dari madzhab syafi’i. Keahlian Al-Mawardi selanjutnya juga dalam bidang sastra dan sya’ir, nahwu, filsafat dan ilmu sosial, namun belum dapat diketahui secara pasti dari mana ia mempelajari ilmu kebahasaan tersebut.
Berkat keahliannya dalam bidang hukum Islam, Al-Mawardi dipercaya untuk memegang jabatan sebagai hakim dibeberapa kota, seperti di Utsuwa (daerah Iran) dan di Baghdad.2 Dalam hubungan ini Al-Mawardi pernah diminta oleh penguasa pada saat itu untuk menyusun kompilasi hukum dalam madzhab syafi’I yang dinamai Al-Iqra’. Al-Mawardi mempunyai latar belakang sosiologis yang berguna untuk menjelaskan pemikiran siyasah/politik sebagaimana dijumpai dalam karyanya yang berjudul Al-Ahkam as Sulthoniyah.
Ditengah-tengah kesibukannya sebagai Qodhi, Al-Mawardi juga sempat menggunakan sebagian waktunya untuk mengajar selama beberapa tahun di Bashroh dan di Baghdad. Al-Mawardi juga banyak memanfaatkan waktunya untuk banyak membuat karya tulis/ilmiah tidak kurang dari 12 judul yang secara keseluruhan dapat dibagi tiga kelompok pengetahuan, yaitu;
Kelompok pengetahuan agama antara lain; kitab Tafsir yang berjudul An-Nukat wa al’uyun, al hawi al-kabir, al-iqra’, adab al-qodhi, ‘alam an-nubuwah. Kelompok pengetahuan politik tentang politik dan ketatanegaraan antara lain; Al-Ahkam as Sulthoniyah termasuk karya baliau yang sangat populer dikalangan dunia Islam. Selanjutnya adalah kelompok pengetahuan bidang akhlak yang termasuk kelompok bidang ini adalah kitab an-Nahwu, al-Ausat wa’alhikam dan al-Bughyah fi adab ad-Dunnya waddin. Buku Adab ad-Dunya wa ad-Din dinilai sebagai buku yang amat bermanfaat. Buku ini pernah ditetapkan oleh kementrian pendidikan di Mesir sebagai buku pegangan di sekolah-sekolah tsanawiyah selama lebih dari 30 tahun. Selain di Mesir, buku ini diterbitkan pula beberapa kali di Eropa, sementara itu ulama Turki bernama Hawais Wafa Ibn Muhammad Ibn Hammad Ibn Halil Ibn Dawud Al-Zarjany pernah mensyarahkan buku ini dan diterbitkan pada tahun 1328. 3

B. Pemikiran Al-Mawardi dan Peran Guru yang Strategis
Dalam bidang pendidikan, pemikiran Al-Mawardi lebih banyak berfokus masalah etika hubungan guru dan murid dalam proses belajar mengajar. Pemikiran ini dapat dipahami, karena dari seluruh aspek pendidikan, guru mempunyai peranan sangat penting, bahkan pada posisi terdepan. Keberhasilan pendidikan sebagian besar bergantung pada kualitas guru, baik dari segi penguasaan materi maupun metodologinya, dan kepribadiannya yang terpadu antara ucapan dan perbuatan yang harmonis.
Al-Mawardi memandang penting seorang guru yang memiliki sikap rendah hati (tawadlu’) serta menjauhi sikap ujub (besar kepala). Menurut beliau sikap tawadlu’ akan menimbulkan simpatik dari anak didik, sedangkan sikap ujub akan berdampak pada guru kurang mendapat simpati. 4
Sikap tawadlu’ menurut Al-Mawardi bukanlah sikap merendahkan diri ketika berhadapan dengan orang lain, karena sikap ini akan menyebabkan orang lain meremehkan. Sikap tawadlu’ yang dimaksud adalah sikap rendah hati dan sederajat dengan orang lain dan saling menghargai. Sikap yang demikian akan menumbuhkan rasa persamaan dan menghormati orang lain, toleransi serta rasa senasib dan cinta keadilan. 5
Dengan sikap tawadlu’ tersebut seorang guru akan menghargai muridnya sebagai makhluk yang memiliki potensi atau dengan kata lain merupakan bagian sumber belajar. Prinsip ini sejalan dengan prinsip yang digunakan para pendidik di zaman modern, yaitu bahwa dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dimasa sekarang seorang murid dan guru berada dalam kebersamaan.
Pada perkembangan selanjutnya sikap tawadlu’ tersebut akan menyebabkan guru bersikap demokratis dalam menghadapi murid-muridnya. Sikap demokratis mengandung pengertian bahwa guru berusaha mengembangkan individu seoptimal mungkin. Guru tersebut menempatkan peranannya sebagai pemimpin dan pembimbing dalam proses belajar mengajar yang berlangsung dengan utuh dan fleksibel/luwes, dimana seluruh siswa terlibat di dalamnya.
Pelaksanaan prinsip demokratis di dalam kegiatan KBM dapat diwujudkan dalam bentuk timbal balik antara siswa dan siswa dan antara siswa dan guru. 6
Dalam interaksi tersebut seorang guru akan lebih banyak memberikan motivasi sehingga murid menjadi bersemangat dan bergairah serta merasa mempunyai harga diri, karena potensi, kemauan, prakarsa dan kreatifitasnya merasa dihargai. Dengan demikian sikap demokratis guru akan mendorong terciptanya belajar siswa aktif.
Selanjutnya Al-Mawardi mengatakan bahwa seorang guru selain harus bersikap ikhlas. Secara harfiah berarti menghindari riya’. Sedangkan dari segi istilah “ikhlas” berarti pembersihan hati dari segala dorongan yang dapat mengeruhkannya. 7 Keikhlasan ini ada kaitannya dengan motivasi seseorang. Diketahui bahwa guru yang mengajar adakalanya bermotif ekonomi, memenuhi harapan orang tua, dorongan teman atau mengharapkan status dan penghormatan dan lain-lain.
Diatas motif-motif tersebut, seorang guru harus mencintai tugasnya. Kecintaan ini akan tumbuh dan berkembang apabila keagungan, keindahan dan kemuliaan tugas guru itu sendiri benar-benar dapat dihayati. Namun demikian motif yang paling utama menurut Al-Mawardi adalah karena panggilan jiwanya untuk berbakti pada Allah SWT dengan tulus ikhlas. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa diantara akhlak yang harus dimiliki para gurulah menjadikan keridhoan dan pahala dari Allah SWT sebagai tujuan dalam melaksanakan tugas mengajar dan mendidik muridnya, bukan mengharapkan balasan berupa materi. 8
Pernyataan tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa Al-Mawardi menghendaki bahwa seorang guru benar-benar ikhlas dalam melaksanakan tugasnya. Menurut beliau bahwa tugas mendidik dan mengajar harus diorientasikan kepada tujuan yang luhur, yakni keridhoan dan pahala Allah. Sebagai konsekwensi dari orientasi semacam ini adalah pelaksanaan tugas guru dengan sebaik-baiknya serta penuh tanggung jawab.
Selanjutnya Al-Mawardi melarang seorang mengajar dan mendidik atas dasar motif ekonomi. Dalam pandangannya bahwa mengajar dan mendidik merupakan aktifitas keilmuan, sementara ilmu itu sendiri mempunyai nilai dan kedudukan yang tinggi tidak dapat disejajarkan dengan materi. Dalam kaitan ini Al-Mawardi mengatakan bahwa sesungguhnya ilmu adalah puncak segala kepuasan dan pemuas segala keinginan. Siapa yang mempunyai niat ikhlas dalam ilmu, maka ia tidak akan mengharap mendapatkan balasan dari ilmu itu. 9
Dengan demikian tugas mendidik dan mengajar dalam pandangan Al-Mawardi merupakan luhur dan mulia. 10 Itulah sebabnya dalam mendidik dan mengajar seseorang harus semata-mata mengharapkan keridloan Allah. Apabila yang dituju dari tugas mengajar itu materi, maka ia akan mengalami kegoncangan ketika ia merasa bahwa kerja yang dipikulnya tidak seimbang dengan hasil yang diterimanya. Selain itu ia sangat peka terhadap hal-hal atau persoalan yang ditemukan dalam tugasnya, misalnya soal administrasi, kenaikan pangkat, hubungan dengan kepala sekolah dan sebagainya. Tindakan dan sikapnya terhadap anak didik akan terpengaruh pula. Hal ini selanjutnya dapat merusak atau mengurangi hasil atau nilai pendidikan yang diterima anak didik.11
Dengan kata lain, seorang guru dalam pandangan Al-Mawardi bukanlah orang yang berorientasi pada nilai ekonomi yang diterimanya sebagai akibat atau imbalan dari tugasnya. 12
Dari uraian tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa makna makna keiklasan seorang guru dalam mendidik adalah kesadaran akan pentingnya tugas, sehingga dengan kesadaran tersebut ia akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal. Keikhlasan inilah yang akan menentukan keberhasilan tugas sehari-hari, tanpa merasakannya sebagai suatu beban, melainkan sebaliknya justru akan merasa bahagia, penuh harapan dan motivasi karena dari tugas mengajar dan mendidik itu ia kelak akan mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT.
Berdasarkan sikap ikhlas tersebut, maka seorang guru akan tampil melaksanakan tugasnya secara profesional. Hal ini ditandai oleh beberapa sikap sebagai berikut:
a. Selalu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan guna mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar, seperti dalam hal penguasaan terhadap bahan pelajaran, pemilihan metode, penggunaan sumber dan media pengajaran, pengelolaan kelas dan lain sebagainya.
b. Disiplin terhadap peraturan dan waktu. Dalam keseluruhan hubungan sosial dan profesionalnya, seorang guru yang ikhlas akan bertindak tepat dalam janji dan penyelesaian tugas-tugasnya. Guru yang ikhlas akan mampu mengelola waktu bekerja dan waktu lainnya dengan perencanaan yang rasional (serta disiplin yang tinggi.
c. Penggunaan waktu luangnya akan diarahkan untuk kepentingan profesionalnya. Guru yang ikhlas dalam keseluruhan waktunya akan digunakan secara efisien, baik kaitannya dengan tugas keguruan, maupun dalam pengembangan kariernya, sehingga ia akan mencapai peningkatan. Bila sebagian waktu luangnya digunakan juga untuk hal-hal yang berada diluar bidang tugasnya, maka guru yang ikhlas akan menggunakannya secara bijaksana dan produktif serta menganggu tugas pokoknya.
d. Ketekunan, keuletan dalam bekerja. Guru yang ikhlas akan menyadari pentingnya ketekunan dan keuletan bekerja dalam pencapaian keberhasilan tugasnya. Oleh karenanya ia akan selalu berusaha menghadapi kegagalan tanpa putus asa dan mengatasi segala kesulitan dengan penuh kesabaran, sehingga akhirnya program pendidikan yang telah ditetapkan akan berjalan sebagaimana mestinya serta mencapai sasaran. Disamping itu, keuletan dan ketekunan yang ditampilkan guru sebagai pribadi yang utuh akan terbiasa melakukan sesuatu tugas atau pekerjaan yang ulet, tekun penuh kesungguhan dan ketelitian.
e. Memiliki daya inovasi dan kreasi yang tinggi. Hal ini timbul dari kesadaran dan akan semakin banyaknya tuntutan dan tantangan pendidikan masa mendatang sejalan dengan kemajuan IPTEK. Guru yang ikhlas akan terus mengevaluasi dan mengadakan perbaikan proses belajar mengajar yang telah digunakannya selama ia bertugas. Lebih jauh dari itu, guru tersebut akan mempelajari kelemahan dan kelebihan dari berbagai teori dan konsep yang dapat digunakan dalam proses KBM yang diterapkan para pendahulunya, untuk selanjutnya dilakukan penyempurnaan dan pengayaan. Mengingat tugas keguruan tidak dapat dipolakan secara mekanis, eksak, dan dengan resep tunggal serta tak terbatasnya variasi tindakan keguruan, maka guru dituntut mampu bertindak kreatif. 13
Dalam kaitannya dengan keikhlasan tersebut, Al-Mawardi juga berbicara tentang gaji dalam hubungan ini Al-Mawardi mengatakan bahwa diantara akhlak yang dimiliki seorang guru adalah membersihkan diri dari pekerjaan-pekerjaan syubhat dan menguras tenaga. Hendaknya ia merasa cukup atas penghasilan yang dicapai dengan mudah, daripada penghasilan yang dicapai dengan susah payah guru harus meninggalkan pekerjaan yang syubhat, karena pekerjaan syubhat akan berakibat dosa. Pahala lebih baik daripada dosa dan kemuliaan lebih pantas dibandingkan dengan kehinaan. 14
Pernyataan Al-Mawardi tersebut mengingatkan kepada kita tentang peranan dan figur strategis yang dimiliki seorang guru. Menurut Al-Mawardi bahwa seorang guru harus merupakan figur yang dicontoh oleh murid dan masyarakat. Oleh karena itu segala tingkah laku guru harus sesuai dan sejalan dengan norma dan nilai ajaran agama yang berasal dari wahyu.
Sejalan dengan uraian tersebut diatas, maka seorang guru harus tampil sebagai teladan yang baik. Usaha penanaman nilai-nilai kehidupan melalui pendidikan tidak akan berhasil, kecuali jika peranan guru tidak hanya sekadar komunikator nilai, melainkan sekaligus sebagai pelaku nilai yang menuntut adanya tanggung jawab dan kemampuan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang utuh. Dalam kaitan ini Al-Mawardi mengatakan hendaknya seorang guru menjadikan amal atas ilmu yang dimilikinya serta memotivasi diri untuk selalu berusaha memenuhi segala tuntutan ilmu. Janganlah ia termasuk golongan yang dinilai tuhan sebagai orang Yahudi yang diberi Taurat tetapi mereka tidak mengamalkannya, tak ubahnya seperti seekor keledai yang membawa kitab dipunggungnya. 15
Pernyataan Al-Mawardi tersebut mengisyaratkan bahwa bagian dari kegiatan mendidik adalah memberikan teladan. Oleh karena itu dalam memberikan ilmu kepada muridnya seorang guru dituntut untuk memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang diajarkan dalam kehidupan pribadinya, dengan kata lain seorang guru harus konsekuen serta konsisten dalam menjaga keharmonisan antara ucapan, larangan dan perintah dengan amal perbuatannya sendiri.
Selain tampil sebagai teladan seorang guru harus tampil sebagai penyayang. Guru merupakan aktor kedua setelah orang tua dalam memberikan modal dasar kepada anak-anaknya. Oleh karenanya guru sebagai pendidik profesional dituntut untuk berperan sebagai orang tua di sekolah. Dengan kedudukannya yang demikian, maka seorang guru harus memiliki sifat kasih sayang dan lemah lembut terhadap muridnya. Dalam hubungan ini Al-Mawardi mengatakan bahwa diantara akhlak seorang guru adalah berlaku kasar kepada muridnya tidak boleh menghina murid-muridnya, karena semua itu akan membuat mereka lebih tertarik terkesan dan bersemangat. 16
Kasih sayang dan lemah lembut yang ditujukan oleh guru tersebut, sejalan dengan psikologis manusia. Diketahui bahwa kegairahan dan semangat belajar seorang murid atau sebaliknya amat bergantung kepada adanya murid dan guru. Apabila guru bersikap kasar dan keras hati serta menggunakan cara-cara mengajar yang tidak tepat, seperti mengancam, menyesali, menghina, maka hal itu dapat menyebabkan para murid kurang senang kepada guru dan tidak mau menerima pelajaran yang diberikannya. Secara psikologis, manusia lebih suka diperlakukan dengan cara-cara yang lembut dan halus, daripada diperlakukan dengan cara keras dan kasar.
Selanjutnya seorang guru harus tampil sebagai motifator. Seorang murid akan belajar sungguh-sungguh dan ulet dengan mencurahkan pikiran, tenaga, biaya dan waktu yang cukup demi mencapai kesuksesan. Jika ia menyadari manfaat belajar, kegiatan itu dapat dirasakan sebagai suatu kebutuhan dan suatu hal yang penting baginya. Dalam kaitan ini diantara akhlak guru adalah tidak menghadapi muridnya dengan kasar, tidak menghilangkan minat dan semangatnya. Karena semua itu akan menghilangkan rasa simpati pada gurunya, dan pada gilirannya murid akan menolak pelajaran mereka. Jika ini terus berlangsung maka akan mengakibatkan kesia-siaan suatu ilmu yang disebabkan kelalaian para guru.
Peranan guru sebagai motifator penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Mengingat mengajar seperti yang dikatakan William Burton adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar.
Selanjutnya Al-Mawardi menegaskan tugas dan peran guru sebagai pembimbing. Bimbingan dapat diartikan sebagai kegiatan memantau murid dalam perkembangannya dengan jalan menciptakan lingkungan dan arahan sesuai dengan tujuan pendidikan. Sedangkan dari segi bentuknya bimbingan tersebut dapat berupa pemberian petunjuk, teladan, bantuan, latihan, penerangan, pengetahuan, pengertian, kecakapan dan keterampilan, nilai-nilai, norma dan sikap yang positif. Dalam kaitan ini Al-Mawardi mengatakan diantara kewajiban guru adalah memberikan nasihat atau bimbingan, kasih sayang, mempermudah jalan bagi muridnya, berusaha keras menolong dan membantu muridnya. Semua itu akan menghasilkan pahala yang besar, keluhuran namanya, serta semakin bertambah dan menyebar ilmunya. 17
Bentuk-bentuk bimbingan tersebut selanjutnya adalah dengan jalan membantu murid-murid untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi hasil belajar serta kesempatan yang ada membantu proses sosialisasi dan sensivitas kepada kebutuhan orang lain, mengembangkan motif-motif intrinsik dalam belajar sehingga tercapai kemajuan pengajaran memberikan dorongan dalam pengembangan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan, mengembangkan nilai dan sikap secara menyeluruh serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri sendiri, memahami tingkah laku manusia, membantu murid-murid untuk memperoleh kepuasan pribadi dan dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap masyarakat serta aspek pisik, mental dan sosial. 18
Dari uraian tersebut, terlihat bahwa pemikiran Al-Mawardi dalam bidang pendidikan banyak terkonsentrasi pada masalah kepribadian seorang guru. Kepribadian inilah yang tampaknya diutamakan. Sebenarnya seorang guru bukanhanya harus memiliki kepribadian yang baik, tetapi harus memiliki latar belakang ilmu keguruan dan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran yang akan diajarkan. Namun jika hal tersebut dibandingkan dengan kepribadian, tampaknya Al-Mawardi lebih mengutamakan kepribadian. Hal ini dapat dipahami, karena penguasaan terhadap ilmu dan latar belakang pendidikan keguruan dapat dipelajari, sedangkan kepribadian merupakan hal yang sulit dibentuk.
sumber: berbagai sumber

Dahsyatnya Pemikiran Manajemen Pendidikan Al Qabisi

A. Pendahuluan
Salah satu tokoh pendidikan di kalangan kaum muslimin adalah al-Qabisi, yang merupakan murid Ibnu Sahnun sehingga pemikirannya tentang pendidikan banyak dipengaruhi oleh gurunya. Al-Qabisi terkenal pada masanya abad 4 dengan karyanya yaitu “Ahwalul al-Muta’allimin wa ahkam Al-Mu’allimin wal Muta’alimin” yang berisi tentang pemikiran pendidikan.
Banyak hal yang seharusnya dapat dipelajari dari pemikiran pendidikan al-Qabisi terutama tentang konsep pendidikan dan pengajaran, dimana Al-Qabisi yang pertama kali membicarakan tentang pemisahan antara murid laki-laki dan perempuan dalam belajar sebab salah satu yang dapat menganggu masuknya ilmu adalah karena rusaknya pikiran akibat percampuran antara laki-laki dan perempuan.
Di Indonesia telah banyak lembaga pendidikan yang menggunakan konsep tersebut salah satunya adalah lembaga pendidikan Islam Pesantren Gontor, pondok pesantren al-Irsyad dan masih banyak lagi lembaga pendidikan yang memisahkan antara laki-laki dan perempuan, hal ini tentunya sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Malaysia adalah salah satu Negara Asian yang juga telah mengembangkan konsep pemikiran pendidikan al-Qabisi, sehingga tidak heran jika banyak buku-buku yang mengangkat konsep pendidikan al-Qabisi yang diterbitkan secara luas.
B. Biografi Al-Qabisi
Al-Qabisi adalah salah seorang tokoh ulama ahli hadis dan seorang pendidik yang ahli, yang hidup pada 324-403 H. di Kota Qaeruan, Tunisia. Kehidupan Al-Qabisi, Karel Brockelman menyatakan bahwa menurut Ibnu Khalikan dan As-Susyuti dalam kitab “Thabaqat al-Huffaz”, juga mengutip dari Ibnu ‘Ammad dalam kitabnya “Syadzarat al-Dzahab”, menyatakan :” Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad Khalaf al-Ma’afiri al-Qabisi. Ia lahir di Kairawan, Tunisia, pada bulan Rajab, tahun 224 H. bertepatan dengan 13 Mei tahun 936 M. Ia pernah merantau ke beberapa negara Timur Tengah pada tahun 353 H./963 M. selama 5 tahun, kemudian kembali ke negeri asalnya dan meninggal dunia pada tanggal 3 Rabiul Awal 403 H. bertepatan dengan tanggal 23 Oktober 1012 M.
Riwayat pendidikan erat kaitannya dengan beberapa negara Timur Tengah, ia pernah berguru kepada salah seorang ulama di Iskandariyah. Dia memperdalam ilmu agama dan hadits dari ulama-ulama terkenal dari Afrika Utara, seperti Abul Abbas al-Ibyani dan Abu Hasan bin Masruf ad-Dhibaghi, serta Abu Abdillah bin Masrur al-Assa’ali dan sebagainya. Ketika berada di Kairawan, Tunisia, ia berguru mengenai ilmu fiqh kepada ulama mazhab Malikiyah yang berkembang di daerah itu, sehingga ia menjadi orang yang juga ahli di bidang fiqh. Para pengamat sepakat bahwa al-Qabisi termasuk salah seorang ulama hadits dan fiqh yang terkemuka pada zamannya.
Para pengamat aliran al-Qabisi sepakat bahwa ia adalah ulama yang hafal hadis yang terkemuka dalam ilmu ini, dan ‘alim dalam matan-matan dan sanad-sanad al-Hadis sehingga dikenal sebagai ulama yang saleh, taqwa dan wira’i.
Ia mengintegrasikan antara ilmu dan ibadah, yang takut kepada Allah, berbudi halus, bersih jiwanya dan pecinta orang fakir. Pada zamannya ia terkenal sebagai ulama yang menonjol, dimana dia gemar berpuasa, sembahyang tahajjud waktu malam, berwatak qana’ah (menerima apa adanya), berhati halus terhadap orang-orang menderita musibah dan ia sendiri tahan/sabar tergadap segala penyakit yang menimpa dirinya. Pada waktu ia tinggal di Qaeruan, mazhab Maliki berkembang pesat di wilayah Afrika Utara, maka dari itu al-Qabisi belajar kepada guru-guru yang bermazhab Maliki, sampai ia menjadi orang yang ahli fiqi, ahli hadis bermazhab Maliki ini, dan salah satu karya tulisnya yang berkaitan dengan topik yang kita bahas di sini adalah kitab “Ahwalul al-Muta’allimin wa ahkam Al-Mu’allimin wal Muta’alimin”.
Hubungannya dengan nama kitab tersebut, al-Ahwani membenarkannya, bahwa kitab ini adalah merupakan rincian perilaku murid dan hukum-hukum yang mengatur para guru dan murid, “maka jelaslah bahwa dengan menyebutkan nama kitab tersebut, memburktikan bahwa kitab tersebut merupakan salah satu kitab terkenal di bidang ilmu pendidikan Islam pada abad 4 dan sesudahnya.
C. Konsep Pemikiran Pendidikan al-Qabisi
Dalam konsep pendidikan al-Qabisi, ada beberapa pemikiran atau pandangan, yaitu tentang pendidikan anak, tujuan pendidikan, kurikulum, metode da teknik belajar, percampuran belajar antara murid laki-laki dan perempuan dan dmokrasi dalam pendidikan.
Abdul Ashir Samsuddin, menjelaskan pandangan al-Qabisi terhadap pendidikan dan pengajaran yang membahas tentang belajar alquran dan mengajarkannya adalah wajib bagi setiap muslim, adab belajar dan syarat-syaratnya, adab mengajar dan syarat-syaratnya, metode mengajar dan asas pendidikan, keihklasan dan aturan-aturan.
1. Pendidikan Anak-anak
Al-Qabisi memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anak yang berlangsung di kuttab-kuttab. Menurutnya bahwa mendidik anak-anak merupakan upaya amat strategis dalam rangka menjaga kelangsungan bangsa dan Negara, oleh karena itu pendidikan anak harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan ketekunan yang tinggi.
Al-Qabisi sebagai ahli fiqih dan hadis mempunyai pendapat tentang pendidikan yaitu mengenai pengajaran anak-anak di kuttab-kuttab. Barangkali pendapatnya tentang pendidikan anak-anak ini merupakan tiang yang pertama dalam pendidikan Islam dan juga bagi pendidikan umat yang lainnya. Dengan lebih memperhatikan dan lebih menekuni, maka mengajar anak-anak sebagai tuntunan bangsa adalah merupakan tiangnya bangsa itu yang harus dilaksankan dengan penuh kesungguhan dan ketekunan ibarat seperti membangun piramida pendidikan (institusi pendidikan, pen). Berdasarkan fondasi yang kokoh dan kuat, oleh karena itu ia tidak menjelaskan kepada kita dalam kitabnya “al-Mufasshalat” tentang metoda pengajaran yang lain, hanya mencukupkan dengan metoda pengajaran yang penting-penting.
Al-Qabisi tidak menentukan usia tertentu untuk menyekolahkan anak di lembaga al-Kuttab. Oleh karena pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tuanya semenjak mulai anak dapat berbicara fasih yakni pada usia mukallaf yang wajib diajar bersembahyang (menurut hadis Nabi). Rasulullah saw bersabda :” Perintahlah anak-anak kalian untuk mengerjakan sholat pada waktu usia tujuh tahun dan pukullah mereka pada waktu usia sepuluh tahun.” Dari sabda Nabi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam dimulai pertama-tama di rumah. Pendidikan anak di lembaga al-Kuttab hanyalah kelanjutan daripada tugas pendidikan yang wajib ditunaikan oleh kedua orang tua di rumah. Anak-anak yang belajar di kuttab mula-mula diajar menghafal alqur’an, lalu diajar menulis, dan pada waktu dzuhur mereka pulang ke rumah masing-masing untuk makan siang, kemudian kembali lagi ke kuttab untuk belajar lagi sampai sore.
Anak-anak yang belajar di kuttab berlangsung sampai akil baligh, yang mempelajari berbagai ilmu seperti alqur’an, tulis menulis, nahwu dan bahasa Arab, juga seringkali belajar ilmu hitung dan syair serta kisah-kiah Arab. Akan tetapi yang terpenting adalah mempelajari alqur’an yang dimulai dengan menghafal secara individual ataupun kelompok dimana guru membaca berulang kali ayat-ayat pada langkah pertamanya, kemudian anak-anak membacanya beruang-ulang mengikuti gurunya. Masing-masing anak diberi batu tulis untuk menuliskan apa yang telah dihafal setiap harinya. Dengan cara ini jelaslah bahwa kemampuan menulis dan membaca menjadi syarat mutlak untuk memahami alqur’an, kemudian anak diharuskan menunjukkan apa yang ditulis di dalam batu tulisanya pada hari berikutnya, lalu apa yang dituliskan di batu tulis (pada hari kemarin) dihapus untuk ditulisi lagi dengan ayat-ayat berikutnya pada hari selanjutnya.
Metoda pengajaran dengan mengerjakan tugas berulang kali demikian disertai dengan hafalan, tolong menolong antara satu dengan yang lain untuk memantapkan hafalan, antara lain dengan menggerakkan tangan untuk menuliskan apa yang dihafal, memfungsikan mata untuk mengamati dan membaca, serta penggunaan daya menghafal dan mengingat, kemudian anak disuruh menunjukkan hasilnya dihadapan guru. Jika anak berbuat kesalahan tulisan atau lalai tidak menghafal atau karena pergi bermain-main, maka guru memberi hukuman kepadanya, metoda ini sangat efektif kita jalankan sebagai metode modern.
Mula-mula anak diberi nasihat, lalu diasingkan dan diberi peringatan keras lalu diberi pukulan, sebagai hukuman tahap akhir, jika dengan melalui nasihat, petunjuk dan peringatan tidak mempan, maka perlu diberi hukuman yang setimpal sebagai ujian bagi mereka, pada waktu anak dapat menyelesaikan tugas menhafalkan alqur’an dengan sukses sepanjang tahun menekuninya sampai khatam, maka guru hendaknya dapat memberikan hadiah penghargaan dan pujian untuk mereka. Setelah selesai menghafalkan alqur’an diberi pelajaran tambahan yang meliputi tahap ketrampilan seperti industri rumah dan perdagangan (berdagang) untuk mencari nahfkah hidupnya, dan lain sebagainya dari bidang-bidang ketrampilan, atau merea tetap belajar ditingkat yang lebih tinggi.
2. Tujuan Pendidikan
Al-Qabisi menghendaki agar pendidikan dan pengajaran dapat menumbuh-kembangkan pribadi anak yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang benar. Lebih spesifik tujuan pendidikannya adalah mengembangkan kekuatan akhlak anak, menmbuhkan rasa cinta agama, berpegang teguh kepada ajaran-ajarannya, serta berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama yang murni. Di ssamping itu juga al-Qabisi mengarahkan dalam tujuan pendidikannya agar anak memiliki keterampilan dan keahlian pragmatis yang dapat mendukung kemampuanya mencari nafkah.
3. Kurikulum
Lingkungan sosial pada zaman al-Qabisi adalah lingkungan religius yang bersih, karena tinjauan kurikulum pengajaran dari sudut keagamaan memang sesuai dengan kurikulum yang dituntut oleh para ahli agama, karena ciri khas kurikulum yang baik adalah jika tidak keluar dari tuntutan lingkungan masyarakat. Di antara pendapat Al-Qabisi ialah bahwa agama itu mempersiapkan anak untuk kehidupan yang seba baik, dan baginya kurikulum pendidikan dapat dibagi menjadi dua kategori yakni kurikulum Ijbari (wajib) dan kurikulum ichtiyari (tidak wajib) sebagai berikut :
a) Kurikulum Ilbari (wajib)
Kurikulum yang terdiri daripada kandungan ayat-ayat alqur’an seperti sembahyang dan do’a-do’a. sebagian para ahli mengatakan bahwa ilmu nahwu dan bahasa Arab, keduanya merupakan persyaratan mutlak memantapkan baca alqur’an, tilawah, menulis dan hapalan.
b) Kurikulum Ikhtiyari (tidak wajib)
Kurikulum ini berisi ilmu hitung, dan seluruh ilmu nahwu, bahasa Arab, syair, kisah-kisah Arab.
Menurut pandangan Ibnu Khaldun bahwa kurikulum yang berkembang dikawasan Afrika Utara dan di negara Islam lain, mengalami perbedaan karena perbedaan geografis, yang kadang-kadang berkisar pada permasalahan bentuk dan sistemnya.
Metoda yang pertama di atas jika ditinjau dari segi pendidikan modern adalah lebih baik dan berdaya guna, karena seluruh kawasan negara Islam dengan tanpa syarat menyetujui cara mendidik dengan mendahulukan pengajaran alqur’an beserta dengan keharusan mengajarkan baca tulis, nahwu dan bahasa Arab.
Jika memperbandingkan kurikulum yang ditetapkan untuk al-Kuttab pada abad ketiga Hijriyah dengan yang diajarkan di al-Kuttab pada abad-abad kemudian, maka tidak menemukan adanya perbedaan, esensi keberhasilannya terletak pada sikap taat dengan taklid (mengikuti tanpa kritik) dan semangat melestarikan peninggalan dari pendahulunya; al-Hafiz bin Rajab al-Baghdadi, pada abad ke 8 memberikan gambaran tentang kurikulum itu sebagai berikut : “Ilmu yang diandang bermanfaat dari ilmu-ilmu yang ada, diukur atas dasar nas-nas dari kitab suci dan sunnah Nabi, beserta pemahaman pengertian yang dikaitkan kepada riwayat para sahabat dan tabiin tentang pengertian dari kedua sumber tersebut beserta ketetapan hukum-hukum halal dan haram, zuhud dan berbudi halus, serta bijaksana dan sebagainya.”
Al-Qabisi tidak mau menerima prilaku yang merendahkan alquran dan ia mohon perlindungan kepada Tuhan dari perilaku seperti itu, al-Qabisi memberikan garis agar orang Islam meninggalkan jauh perilaku yang hina, karena jika sampai terjadi penghinaan terhadap alquran maka pasti terjadi kerusakan yang merajalela. Allah akan mencabut alquran dari lubuk hati kaum muslimin apabila mereka tidak menghina dan menginjak-injak alquran.
Adapun kondisi lingkungan hidup sosial-budaya pada masa alquran adalah bersifat keagamaan yang mantap sehingga tidak memungkinkan timbulnya faham atheisme atau materialisme (seperti sekarang yang kita saksikan. Maka dari iu alquran dan sholat beserta segenap ilmu yang berkaitan dengan pemahamannya dikenal oleh setiap orang Islam, mulai dari usaha memotivasi sampai kegiatan mempelajari ilmu-ilmu itu.
Al-Qabisi memperkuat dan mengabadikan sistem yang sedemikian itu karena menjadi gambaran yang benar dari semangat zamannya. Al-Qabisi bersama-sama ulama ahli fiqih dan ahli hadits pada maa itu telah berusaha menerangkan kepada kita sikap / pandangan mereka tentang kurikulum ijbary (wajib) yang menyatakan bahwa alquran adalah kalam Allah dan menjadi sumber hukum dan tasyri’. Ia menjadi referensi (tempat kembali) kaum muslimin dalam masalah ibadat dan mu’amalat. Allah mendorong semangat untuk beribadah dengan membaca alquran sebagai berikut : (Fathir : 29).



Firman Allah di atas menetapkan bahwa alquran telah memerintahkan agar tilawah, mendirikan sholat, berbuat ihsan, dilakukan bersamaan, tidak terpisah satu sama lain.
Maka dari itu sembahyang adalah merupakan rukun poko dari semua rukun agama dan di dalam bersembahyang harus dibaca beberapa ayat alquran. Itulah sebabnya mengerti dan memahami alquran merupakan persyaratan untuk melaksanakan kewajiban sembahyang lima waktu. Di samping itu dalam alquran terdapat banyak fadhilah yang tak boleh dijauhi seperti Rasulullah saw telah memerintahkan agar kita mempelajari alquran dengan segala seluk-beluk sebagaimana sabda beliau : “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari alquran beserta ilmunya.”
Al-Qabisi sebagai ahli fiqih dan hadis memandang bahwa lebih baik diajarkan alquran lebih dahulu pada anak sejak dini. Sedang ada pendapat lain dikalangan ahli pendidikan Islam yang berbeda pendapat pendapat dalam hal mendahulukan pengajaran alquran kepada anak usia dini, misalnya Abu Bakar bin al-Arabi. Dia berpendapat bahwa.” Hendaknya kita mengajarkan anak usia dini dengan syair dan bahasa Arab serta ilmu berhitung.” Walau demikian Ibnu Khaldun menyetujui pandangan ini, kecuali bila hal itu tidak mendatangkan keselamatan, maka pengajaran alquran harus didahulukan.
Al-Qabisi mensyaratkan pengajaran alquran dengan tartil baik dan tajwidnya, waqaf yang tepat, mengambil contoh dari pembaca yang bagus. Ia memberi nasihat agar bacaannya bermanfaat di waktu mengerjakan sembahyang fardlu bagi seluruh kaum muslimin, demikian juga kewajiban mengajarkan anak sembahyang kepada anak usia tujuh tahun, jika anak tidak mau sembahyang pada usia sepuluh tahun, ia harus dipukul dan sebagainya.
Al-Qabisi tidak mentolerir anak yang tinggal sembahyang, karena tinggal sembahyang merupakan batas yang memisahkan antara kekufuran dan ke-Islaman, ia mengajak agar mendalami makna do’a dalam sembahyang. (Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah (menyembah) dan hanya kepadaMu jualah kami memohon pertolongan)
Kita melihat bahwa dengan mengintegrasikan antara kewajiban mempelajari alquran dengan sembahyang dan berdo’a, berarti kita mengintegrasikan antara hakikat berfikir, merasa dan berbuat (beramal). Pandangan ini sesuai dengan ilmu jiwa yang diterapkan oleh al-Qabisi ke dalam tiga prinsip yang logis yaitu : 1) Menumpahkan perhatian kepada pengajaran alquran, karena ia adalah jalan yang ditempuh untuk menambah makrifat kepada Allah serta mendekatkan kepadaNya. 2) Pentingnya mengetahui ilmu nahwu (grammar) bagi anak agar dapat memahami kitab suc i alquran secara benar. 3). Mengajarkan bahasa Arab sebagai alat memahami makna ayat alquran beserta huruf hijaiyahnya agar anak dapat menuliskan ayat-ayatnya dan mengucapkannya dengan benar.
Dilihat dari segi praktisnya maka tidak diragukan lagi bahwa ikrab membantu menganalisa pengertian sedangkan nahwu, bahasa, chatt, menjadi penguat halafan dan memperbagus tilawah serta penguasaan pengertian yang selengkapnya.
Al-Qabisi mengutip pendapat Ibnu Sachnun bahwa sebaiknya kita mengajar anak-anak bagaimana menginkrabkan alquran, anak harus dibiasakan dengan menaruh syakal, menghafalkan alfabet Arab, dan belajar tulisan indah.
Di kalangan negara Maghribi telah dikenal sebagai negara yang lebih banyak perhatiannya kepada tulisan chatt indah yang dipandangnya sebagai suatu seni indah sehingga dinding-dinding masjid dihiasi dengan tulisan chatt ayat-ayat alquran yang indah yang mengekspresikan ketinggian perasaan ke dalam lukisan, dan daya cipta dalam seni dekorasi yang tinggi. Oleh karena itu maka masalah ketrampilan menulis chatt yang indah itu ditempatkan pada posisi resmi dalam kurikulum kuttab-kuttab yang islamiyah.
Dalam kurikulum al-Ijbari menurut pandangan al-Qabisi, bahan pelajaran yang wajib terdiri dari : alquran al-Karim, sholat, do’a-do’a, menulis dan nahwu, dan sebagian bahasa Arab, karena ilmu-ilmu ini mendidik budi pekerti anak-mencintai agama serta mengajar anak hidup di jalan yang terpuji.
- Ilmu-ilmu yang ditetapkan dalam kurikulum ichtiyar (tidak wajib dipelajari) Uraian tentang kurikulum menurut pandangan al-Qabisi yang telah disebabkan terdahulu adalah untuk jenjang pendidikan dasar atau pradasar yakni al-Kuttab, sesuai dengan jenjang yang dikenal pada masa itu. Sekarang kurikulum tersebut dipakai di jenjang pendidikan dasar (ibtidai).
Ilmu-ilmu yang ichtyaru (selektif) pada jenjang pendidikan dasar ini terdiri dari ilmu hitung, syair, sejarah dan kisah-kisah bangsa Arab, (sejarah Islam), ilmu nahwu (grammar) dan bahasa Arab lengkap, dan ilmu yang menelaskan tentang perbedaan antara ilmu-ilmu ichtiyari ini dengan ilmu-ilmu ijbary dari segi jarak jauh-dekatnya untuk pembinaan rasa keagamaan yang kuat, yang mana ilmu-ilmu ijbaryah lebih dekat jaraknya dengan pembinaan keagamaan.
Kita perlu mengingat benar bahwa kurikulum itu harus tunduk kepada tujuan pendidikan pada zamannya dan memenuhi tuntutan masyarakatnya, juga harus sesuai dengan jenjang-jenjang pendidikan, mengikuti politik pendidikan yang telah digariskan oleh pemerintah zamannya
Al-Qabisi menghendaki agar pendidikan dan pengajaran dapat menumbuh-kembangkan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang benar. Untuk itu maka kurikulum harus mampu merealisasikan yang disesuaikan dengan kemampuan anak dari masa ke masa (yag tidak lain adalah kurikulum yang bercorak ijbariyah dan ictiariyah itu). Dan setelah anak menyelesaikan studi sesuai dengan kurikulum tersebut hendaknya diajarkan dengan pelajaran ketrampilan yang berproduksi atau keterampilan bekerja agar mampu membiayai hidupnya.
Jadi dengan demikian, menurut pandangan al-Qabisi bahwa memberikan pelajaran keterampilan kerja untuk mencari nafkah hidupnya sesudah selesainya tiap jenjang pendidikan yang ditempuhnya dengan dasar pengetahuan alquran, sembahyang dan do’a yang kokoh kuat, benar-benar merupakan suatu pandangan yang menyatukan antara tujuan pendidikan keagamaan dengan tujuan pragmatis. Pada hakikatnya pendidikan ketrampilan kerja setelah memperoleh pendidikan agama dan akhlak, akan menolong anak itu trampil bekerja, menari nafkah dengan didasari rasa takut kepada Allah (dalam bekerja)
Sebagian ulama ahli fiqih menentang pelajaran berhitung, akan tetapi ada beberapa diantara yang memberi hukum fardlu kifayah dengan alasan bahwa berhitung merupakan persyaratan untuk mendapatkan kemanfaatan dalam mu’amalah dan dalam pembagian harta warisan (faroidh) dan sebagainya. Menurut pendapat para ahli pendidikan, berhitung itu memberikan faedah praktis dalam kehidupan manusia, oleh karena itu harus diajarkan kepada anak sebagai latihan berfikir yang benar.
Manurut pendapat al-Gazzaly, pengajaran berhitung itu dapat merealisasikan kemaslahatan agama, karena itu harus dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan anak-anak. Al-Djahiz memandang pentingnya ilmu hitung dan kegunaannya disamakan dengan kata-kata dalam sebuah kontrak (perjanjian) yang essensinya bukan terletak dalam lafadh atau tulisannya, (tetapi dalam hitungan).
Dalil yang menunjukkan bahwa ilmu hitung itu penting dan banyak faedahnya, serta tinggi kadar kemanfaatannya ialah berdasarkan firman Allah sebagai berikut : Yunus: 5.
Dalam ilmu hitung itu terkandung makna besar dan kemanfaatan yang tinggi maka dengan mengetahui hitungan dan sebagainya orang akan mendapatkan kemudahan dalam perkiraan.
Al-Qabisi menyetujui pengajaran berhitung itu tidaklah bersifat multak, karena hal itu disesuaikan dengan kemanfaatannya bagi masyarakat, atau sejauh mana imu hitung itu diajarkan untuk mempertinggi kehidupan beragama. Ia menyatakan bahwa mengajarkan berhitung kepada mereka bukanlah suatu yang wajib kecuali bila guru mempersyaratkannya.
Sebaiknya mengajarkan berhitung itu didasarkan atas izin orang tua anak, sehingga persetujuan orang tua menjadi persyaratan bagi pengajaran berhitung itu. Dengan demikian maka jelaslah bahwa pengajaran berhitung tersebut tidak terlepas dari pendapat orang-orang tua mereka.
Al-Qabisi dalam pengajaran syair tidak menentang, karena didasarkan atas sebuah hadis Nabi yang menyatakan bahwa syair itu merupakan kalimat (perkataan) ia menjadi baik jika yang mempergunakan itu baik, dan menjadi jelek jika orang yang mengucapkannya itu buruk. Kemudian dikuatkan lagi pendapatnya itu dalam kitab Risalah Muffasshalah bahwa syair itu dapat meluruskan lisan, dan membuat orang fasih dalam berkata, serta menghaluskan hatinya dalam suatu waktu tertentu dan akan dapat memperoleh kesaksian terhadap apa yang ingin ia jelaskan.
Ketika banyak orang mengkritik al-Qabisi bahwa ia tidak memperhatikan masalah pendidikan kesenian, maka ia menjawab bahwa pelajaran syair itu sesungguhnya adalah pndidikan seni keindahan, yang jika diajarkan maka tidaklah hilang seni tersebut. Pelajaran ini dikaitkan dengan pelajaran khatt (tulisan indah) yang merupakan seni keindahan luas di wilayah negara maghribi. Khatt adalah juga termasuk pendidikan seni keindahan.
Tidak diragukan lagi bahwa pandangan tersebut diatas mendorong perhatian kita kepada pentingnya pendidikan seni keindahan itu yang tidak bertentangan dengan agma. Alasan ini sesuai dengan pendapat para ahli pendidikan modern yang menyatakan bahwa mendidik anak dengan seni-budaya membuat mereka dapat mengetahui / mengenal kebaikan. Dan mengajarkan sejarah bangsa Arab tidak ada seorang pun yang melarang atau menentangnya, karena sejarah ini mengandung pengetahuan tentang tokoh-tokoh, pemimpin-pemimpin yang berjiwa pahlawan dan kesatria, yang bagi anak-anak dapat mendidik rasa mencintai kepahlawanan dan dapat mendorongnya ke arah berbuat baik seperti para pahlawan.
Maka dari itu jelaslah pendapat al-Qabisi tersebut bahwa ia memilih dengan teliti bahan-bahan kurikulum pendidikan anak-anak yang benar-benar sesuai dengan kemampuan mereka. Pandangan mazhab ahli sunnah tentang bahan-bahan kurikulum anak-anak selalu disesuaikan dengan kondisi anak tersebut, oleh karena tujuan umum yang dipegangi oleh beliau adalah bertujuan mengembangkan kekuatan akhlaq anak, menumbuhkan rasa cinta agama, berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, serta berprilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama yang murni.
4. Metode dan Teknik Belajar
Selain membicarakan materi, ia juga berbicara mengenai teknik dan langkah mempelajari ilmu itu. Misalnya menghafal alquran dan belajar menulis langkah-langkah adalah berdasarkan pemilihan waktu-waktu yang terbaik, yaitu waktu pagi-pagi selama seminggu terus-menerus dan baru beristirahat sejak waktu dhuhur hari Kamis sampai dengan hari Jum’at. Kemudian belajar lagi pada hari Sabtu pagi hingga minggu berikutnya.
Al-Qabisi juga mengemukakan metode belajar yang efektif, yaitu menghafal, melakukan latihan dan demonstrasi. Belajar dengan menghafal adalah cara pengajaran yang amat diperhatikan oleh pendidikan modern sekarang. Di antara ketetapannya adalah pemahaman terhadap pelajaran dengan baik akan mmbantu hapalan yang baik. Pendidikan modern sekarang ini menganjurkan agar mengajar anak dengan cara menghafalkan pelajaran agar mereka memahami maksudnya secara jelas.
Salah satu bukti yang jelas bahwa kurikulum di Al-Kuttab Islam berisi bahan-bahan ilmu pengetahuan yang wajib dihapal dan diingat. Di dalam al-Kuttab itu hanya diajarkan ilmu-ilmu alquran tulis menulis nahwu, bahasa Arab, syair, dan sejarah bangsa Arab (Islam) yang termasuk ilmu-ilmu lafdziyah. Ilmu-ilmu itu harus dibaca,dipahami dan diingat-ingat. Maka jelaslah bahwa kurikulum al-Kuttab itu mementingkan penggunaan metoda hapalan. Karena menurut al-Qabisi menghafal merupakan salah satu metoda yang paling baik dan sesuai dengan pendapat modern yang menyatakan bahwa metode hapalan didasarkan atas pengulangan, kecenderungan dan pemahaman terhadap bahan pelajaran.
Adapun pentingnya pengulangan itu didasarkan kepada sebuah hadis Nabi saw tentang menghapalkan alquran, yang diumpamakan untuk yang diikat dengan tali, jika pemiliknya mengokohkan ikatannya, unta itu akan terikat erat, dan jika ia melepaskan tali ikatannya, maka ia akan pergi.” Jika orang yang hafal alquran di waktu malam dan siang hari mengulanginya, maka ia akan mengingatnya, dan jika ia tidak pernah membacanya, maka ia akan melupakannya (hilang hapalannya).
Berkaitan denga hadits itu, al-Qabisi menyatakan ; “sesungguhnya Rasulullah menjelaskan dalam hadisnya yang tersebut diatas tentang cara-cara mengingat yang dapat memantapkan hapalan alquran, sehingga ia tak perlu belajar lagi secara berulang-ulang”.
Ucapan al-Qabisi tersebut menunjukkan secara jelas tahap-tahap mengingat yaitu mula-mula menghapal, lalu memahami artinya, kemudian mengulangi lagi. Adapun yang dimaksud dengan “kecenderungan” (al-mailu) di atas ialah rasa mencintai alquranulkarim yakni anak tertarik kepada membacanya.
Menurut al-Qabisi yang dimaksud dengan “pemahaman” (al-fahmu) diatas adalah tartil (mengerti bacaan) dalam membaca dan pemahamannya secara serius. Adapun pembacaan yang dengan cara tartil itu membantu kemampuan untuk merenungkan isi alquran yang telah diturunkan oleh Allah.
5. Percampuran Belajar antara Murid Laki-Laki dan Perempuan
Percampuran belajar antara murid laki-laki dan perempuan dalam satu tempat atau co-educational classes juga menjadi perhatian al-Qabisi. Ia tidak setuju bila murid laki-laki dan perempuan dicampur dalam kuttab, hingga anak itu belajar sampai usia baligh (dewasa).
Sachnun, seorang ahli pendidikan Islam abad ke 3 Hijriyah berpendapat (yang juga dinukil oleh al-Qabisi) bahwa :”Guru yang paling tidak disukai ialah guru yang mengajar anak-anak perempuan remaja, kemudian mereka bercampur dengan anak lelaki remaja, maka hal ini akan mendatangkan kerusakan terutama bagi anak perempuan remaja”.
Salah satu alasan mengapa al-Qabisi berpegang teguh pada pendapatnya; karena ia khawatir kalau anak-anak itu sendiri menjadi rusak moralnya. Ia memperingatkan agar tidak mencampurkan anak kecil dengan remaja yang telah dewasa (sudah bermimpi caitus) kecuali bila anak remaja yang telah baligh tidak akan merusak anak kecil (belum dewasa).
Namun al-Qabisi tidak menjelaskan pendapatnya tentang kerendahan derajat jenis kelamin. Ia memberikan arahan kepada guru tentang kebebasan melaksanakan pola berdasarkan kebijaksanaanya, dan sesuai dengan metoda yang ia gunakan dalam menangani pergaulan antara anak kecil dengan yang sudah baligh itu namun ditinjau dari segi lain apakah menimbulkan degradasi atau tidak. Jika tidak mengalami kerusakan moral maka percampuran itu tidak berlangsung di Al-Kuttab, maka keharusan mengajar anak perempuan sangat dianjurkan, karena anak perempuan harus mengerti agama dan pelaksanaan ibadah. Keadaan demikian itu juga termasuk tugas pendidikan di rumah-rumah (pendidikan keluarga).
Jelaslah pendapat al-Qabisi bahwa sesungguhnya dorongan jiwa anak terhadap jenis kelamin lain dapat merubah sikap akhlak dan agamanya, sebab pemenuhan dorongan jenis kelamin merupakan tenaga yang kuat dalam jiwa remaja, bahkan mungkin menindas dorongan ini dengan menggunakan kekuatan dorongan yang lain dalam diri remaja (dapat juga dilakukan) akan tetapi ilmu jiwa pendidikan pada masa itu belum mencapai tingkat kemajuan seperti sekarang.
6. Demokrasi dalam Pendidikan
Menurut al-Qabisi bahwa anak-anak yang masuk di Kuttab tidak ada perbedaan derajat atau martabat. Baginya pendidikan adalah hak semua orang tanpa ada pengecualian.



D. Penutup
Kesimpulan
Dalam konsep pendidikan al-Qabisi, ada beberapa pemikiran atau pandangan, yaitu tentang pendidikan anak, tujuan pendidikan, kurikulum, metode da teknik belajar, percampuran belajar antara murid laki-laki dan perempuan dan dmokrasi dalam pendidikan. Serta membahas tentang belajar alquran dan mengajarkannya adalah wajib bagi setiap muslim, adab belajar dan srat-syaratnya, adab mengajar dan syarat-syartnya, metode mengajar dan asas pendidikan, keihklasan dan aturan-aturan.
sumber: berbagai sumber