KAIRO – Kerusuhan berdarah berlatar sektarian kemarin meledak di Mesir dan mengakibatkan sedikitnya 24 orang tewas.
Dikhawatirkan kerusuhan itu bakal meluas setelah tumbangnya rezim Hosni Mubarak. Ini merupakan kerusuhan berdarah terbesar sejak Februari lalu. Perdana Menteri (PM) Mesir Essam Sharaf langsung menggelar rapat darurat pada kemarin malam. Sharaf juga menyerukan agar warga Mesir tidak mudah terkena hasutan, dan memperingatkan Mesir dalam kondisi darurat.
“Satu-satunya pihak yang diuntungkan dari kekerasan ini adalah para musuh Revolusi Januari dan juga musuh rakyat Mesir, baik itu umat Muslim maupun Kristen,” kata Sharaf. “Peristiwa ini membawa kita mundur jauh ke belakang, padahal seharusnya kita maju kedepan untuk mendirikan negara modern dengan dasar demokrasi yang sehat,” imbuh Sharaf dikutip AFP.
Pemerintah transisi yang dikuasai militer bergerak cepat dengan menangkap 40 orang di Kairo tengah setelah demontrasi yang digelar oleh penganut Kristem Coptic di distrik Maspero. Akibat kerusuhan itu, lebih dari 200 orang terluka.
Menurut seorang penganut Coptic mengatakan lima korban tewas karena terlindas kendaraan militer berkecepatan tinggi. Reporter AFP melihat banyak jenazah yang mengalami luka tembakan. Al Jazerra melaporkan kerusuhan bukan saja di Kairo, namun juga di kota terbesar kedua di Mesir, Alexandria.
Sementara, Imam Besar Al-Azhar Ahmed Tayyed menyerukan perundingan antara Muslim dan pemimpin Kristen untuk menyelesaikan krisis. “Malam kelabu bagi revolusi Meir,” ujarnya kepada harian al-Shorouk. Harian independen Al-Masry al-Youm melaporkan bahwa kerusuhan berdarah di pusat Kairo menyebabkan kerusakan parah.
Beberapa analis menyatakan perang sipil bakal terjadi jika kerusuhan tidak segera diselesaikan. “Dibutuhkan langkah serius oleh para pemimpin untuk menyelesaikan penyebab akar permasalahan. Jika tidak diselesaikan, maka itu bakal memicu perang sipil,” kata Fuad Allam, mantan pejabat militer Mesir. Allam mengatakan kepada stasiun televisi Al-Arabiya mengatakan bahwa undang-undang agama yang diskriminatif harus segera diamandemen.
Para pengamat politik menilai bahwa kerusuhan ini pertanda pemerintah lalai mengantisipasi kerusuhan antarumat. “Tidak adanya penegakan hukum menjadi penyebab. Kebebasan berekspresi merupakan basis bagi masyarakat yang demokratis dan penegakan hukum,” kata analis politik Amr Hashim Rabei kepada Al Arabiya. “Benturan seperti ini padahal sudah tidak lagi terjadi selama berbulan-bulan. Pimpinan umat Koptik harus meminta para pemrotes agar tahan diri dan menempuh jalur hukum.”
Sementara setelah diberlakukan semalam, akhirnya jam malam dicabut pada Senin (10/10), pukul 07.00 pagi waktu setempat. Kerusuhan seperti terjadi Minggu (9/10) malam, menurut PM Sharaf juga merusak hubungan antara rakyat dan tentara.
Sebenarnya, para penganut Kristen Coptic menggelar aksi demontrasi menentang serangan di gereja mereka di kota Aswan. Penganut Koptik berjumlah 10% populasi Mesir, menuding pemerintahan militer yang kini berkuasa membiarkan para pelaku penyerangan melakukan rangkaian aksi rusuh anti Kristen.
Ribuan orang, sebagian besar Kristen dan penganut iman lain, bergabung dengan aksi protes tersebut dari distrik Shubra di utara Kairo menuju gedung TV milik pemerintah di Lapangan Maspero. Mereka menuntut pemecatan Gubernur provinsi Aswan. Mereka juga menuding pemberitaan TV justru menyulut sikap anti Kristen.
Ternyata, peserta aksi mengatakan mereka diserang oleh orang-orang dengan baju preman sebelum bentrok dengan tentara terjadi. Banyak warga Muslim justru keluar dan ambil posisi membela warga Kristen dari serbuan tentara serta ikut memprotes militer yang terus memegang tampuk kekuasaan di negara itu.
“Kami berunjuk rasa secara damai,” kata Talaat Youssef, pemuda berusia 23 tahun, yang dikutip Reuters. “Saat kami berjalan menuju gedung stasiun televisi, militer mulai menembaki kami dengan peluru tajam,” imbuh Youssef. “Padahal mereka seharusnya melindungi kami.” (andika hendra m)
No comments:
Post a Comment