Wednesday, March 09, 2011
saranku sih, nulis aja dulu.
setiap penulis memiliki gaya masing-masing. seperti orang main gitar, cara megang, cara metik, pasti beda. gaya itu bisa muncul ketika telah berproses. dalam proses itu, kita bisa mengevaluasi, apa model yang kita lakukan udah pas dengan diri kita, penerbit, pasar, dll. kalo udah pas, lanjutnya.
seiring waktu, gaya menulis itu bakal berubah. bisa karena pacar, buku yang kita baca, atau pun tekanan dari pihak lain, seperti penerbit.
gaya penulis yang paling penting adalah bahasa. (tergantung dengan buku yang biasa kau baca dan pergaulanmu)
kedua adalah logika. (ditentukan cara berpikir kita. setiap orang bisa beda. bisa hanya menyalahkan. hanya mengamati. atau selalu sok tau)
ketiga adalah cara bercerita. (bagaimana kamu memainkan sebuah plot. pilih maju mundur. ngalir aja bak air sungai. atau memilih seperti ombak di laut yang selalu bertubi-tubi menyerang psikologi pembaca. atau seperti angin, bisa jadi penyejuk bisa jadi badai yang membunuh. atau pilih seperti sungai yang selalu mencari laut sebagai muara)
keempat adalah karakter. (jadikan temanku sebagai salah tokoh dalam cerita kita. jadikan pacar kita sebagai protagoni. atau jadikan pasangan pada mimpi basah kita sebagai antagonis. tokoh dalam cerita tidak perlu diceritakan, tetapi ditampilkan dengan manis. biar pembaca tahu,tokoh yang kita tulis jelek atau baik. teori barthes, mengungkapkan, author was dead when his book published on the bookstore.)
kelima: berlatihkan untuk menikmati karya kita. (baca ulang. jadi diri kita sebagai pembaca kritis).
note: mulai saja menulis. jadi diri sendiri. boleh kok meniru model penulis lain, seperti pram, atau john steinbeck. tetapi, kita harus mengembangkan ide kita. dalam kuliah sapardi djoko damono, aku pernah bertanya, apakah mungkin kita bisa mengembangkan model baru dalam penulisan sastra. "sangat bisa. bereksperimen lah ketika menulis fiksi, mas Andika," kata beliau menasehatiku.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment