Monday, October 19, 2009

Popularitas Abbas Merosot

POPULARITAS Presiden Palestina Mahmud Abbas pekan ini terus merosot,sedangkan partai yang dipimpinnya, Fatah,tetap lebih unggul dibandingkan Hamas.

Dalam jajak pendapat yang dilakukan Pusat Komunikasi dan Media Yerusalem (JMCC) itu popularitas Abbas anjlok hingga 12,1%, padahal pada Juni lalu sebesar 17,8%. Karena itu, nasib Abbas pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2010 diprediksi akan sama dengan Perdana Menteri Hamas Ismail Haniya dan Marwan Barghuti,pemimpin Fatah yang dipenjara Israel. Mereka hanya akan memperoleh dukungan sekitar 16-17% suara.

Berdasarkan hasil jajak pendapat, Fatah masih lebih populer dibandingkan Hamas. Sebanyak 40% peserta jajak pendapat mengungkapkan akan memilih Fatah pada pemilu mendatang. Hanya 18,7% responden yang memberikan simpati kepada Hamas pada Pemilu 28 Juni 2010. Mesir hingga saat ini terus mendesak Hamas untuk menyetujui kesepakatan rekonsiliasi yang telah ditandatangani Fatah.

Kesepakatan itu menyebut rencana menggelar pemilu parlemen dan presiden pada 28 Juni 2010. Selain itu juga disebutkan penempatan kembali 3.000 mantan anggota keamanan Fatah untuk bertugas di Jalur Gaza yang kini diperintah Hamas. Abbas mengungkapkan, jika Hamas menolak kesepakatan pemilu pada Juni 2010, pemerintahannya akan menggelar pemilu pada 24 Januari.

Jajak pendapat yang melibatkan 1.200 warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza tersebut juga melaporkan 58,4% warga Palestina tidak percaya dengan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama yang berjanji akan membuat perubahan.Hanya 23,7% responden yang percaya akan ada perubahan menuju kesepakatan perdamaian antara Israel dan Palestina.

Sementara itu, Hamas tetap menunda pengiriman delegasi ke Kairo untuk menandatangani kesepakatan rekonsiliasi Palestina. “Hamas menunda pengiriman delegasi ke Mesir karena Jenderal Omar Suleiman tidak berada di Kairo,” ujar Ayman Taha, pejabat senior Hamas. Suleiman merupakan Kepala Intelijen Mesir.

Taha mengungkapkan,komunikasi antara Mesir dan Hamas terus berjalan. Sayangnya Taha tidak mengungkapkan kapan delegasi Hamas akan berangkat ke Kairo. Pejabat Hamas lainnya yang tak mau disebutkan namanya mengungkapkan, ada beberapa poin kesepakatan rekonsiliasi usulan Mesir yang perlu didiskusikan lebih lanjut.

“Hamas meminta ada jaminan implementasi kesepakatan rekonsiliasi tersebut,” paparnya. Pada Jumat (16/10),Kairo mengumumkan, pihaknya sebagai mediator telah memperpanjang tenggat waktu bagi Hamas untuk menandatangani kesepakatan rekonsiliasi. Menurut kesepakatan itu, berbagai langkah rekonsiliasi akan diimplementasikan oleh komite bersama yang ditunjuk melalui dekrit presiden.

Komite itu terdiri atas anggota Fatah, Hamas, dan faksi-faksi lainnya. Ketegangan dua faksi terbesar, Fatah dan Hamas, memanas sejak Juni 2007 ketika Gaza dikuasai Hamas melalui pertempuran berdarah. Sebelumnya Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) telah menyepakati laporan komisi pencari fakta yang menuduh Israel dan pejuang Palestina melakukan kejahatan perang saat agresi Israel di Jalur Gaza.

Dalam agresi Israel pada 27 Desember sampai 18 Januari itu lebih dari 1400 warga Palestina dan 13 warga Israel tewas. Dua puluh lima negara mendukung agar laporan itu dibahas dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, tapi enam negara menentang, termasuk Amerika Serikat dan Israel yang menyebut laporan itu cacat.

Sebelas negara abstain, termasuk sebagian besar negara Eropa. Wakil Palestina di PBB Ibrahim Kraishi mengatakan, masalahnya sekarang adalah penghormatan terhadap aturan hukum yang ada. “Yang kami minta dari Anda ialah para kriminal dan pembunuh dari kedua belah pihak dan di mana pun tidak bisa tetap berada di luar jangkauan hukum,”tegasnya. (AFP/Rtr/BBC/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/277865/

No comments: