Saturday, July 25, 2009

Anak Wajib Berbuat Baik pada Orang Tua Meski Telah Lansia

Berbuat baik kepada kedua orang tua hukumnya wajib, baik waktu kita masih kecil, remaja atau sudah menikah dan sudah mempunyai anak bahkan saat kita sudah mempunyai cucu. Ketika kedua orang tua kita masih muda atau sudah lanjut usianya bahkan pikun kita tetap wajib berbakti kepada keduanya. Bahkan lebih ditekankan lagi apabila kedua orang tua sudah tua dan lemah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Al-Isra' ayat 23 dan 24 dalam pembahasan sebelumnya.


Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman bahwa Rabb (Allah) telah memerintahkan kepada manusia agar tidak beribadah melainkan hanya kepada Allah saja. Kemudian hendaklah manusia berbuat sebaik-baiknya kepada kedua orang tuanya. Jika salah seorang atau kedua-duanya ada di sisinya dalam usia lanjut maka jangan katakan kepada keduanya perkataan 'uh' serta tidak boleh membentak keduanya, memukulkan tangan, menghentakkan kaki karena hal itu termasuk durhaka kepada kedua orang tua. Dan katakanlah kepada keduanya dengan perkataan yang mulia.

Pada ayat ini Allah mengatakan 'kibara', kibar atau kibarussin artinya berusia lanjut, sedangkan 'indaka' berarti pemeliharaan yaitu suatu kalimat yang menggambarkan makna tempat berlindung dan berteduh pada saat masa tua, lemah dan tidak berdaya. Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan tentang lebih ditekankannya berbuat baik pada kedua orang tua pada usia lanjut karena :

Pertama

Keadaaan usia lanjut adalah keadaan dimana keduanya membutuhkan perlakuan yang lebih baik karena keadaannya pada saat itu sangat lemah.

Kedua

Semakin tua usia orang tua berarti semakin lama orang tua bersama anak. Hal ini dapat menyebabkan 'Si Anak' merasa berat sehingga dikhawatirkan akan berkurang berbuat baiknya, karena segala sesuatunya diurusi oleh anak dan keluarlah perkataan 'ah' atau membentak atau dengan ucapan, "Orang tua ini menyusahkan", atau yang lain. Apalagi apabila orang tuanya sudah pikun, akan membuat anak mudah marah atau benci kepadanya. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berwasiat agar manusia selalu ingat untuk berbakti kepada kedua orang tua.

Banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan tentang ruginya seseorang yang tidak berbakti kepada kedua orang tua pada waktu orang tua masih berada di sisi kita. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat yaitu :

"Artinya : Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga" [Hadits Riwayat Muslim 2551, Ahmad 2:254, 346]

Kemudian hadits berikut ini :

"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin, amin, amin". Para sahabat bertanya. "Kenapa engkau berkata 'Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin', kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!', maka aku berkata : 'Amin'. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi. 'Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin". [Hadits Riwayat Bazzar dalama Majma'uz Zawaid 10/1675-166, Hakim 4/153 dishahihkannya dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi dari Ka'ab bin Ujrah, diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 644 [Shahih Al-Adabul Mufrad No. 500 dari Jabir bin Abdillah]

Pada umumnya seorang anak merasa berat dan malas memberi nafkah dan mengurusi kedua orang tuanya yang masih berusia lanjut. Namun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa keberadaan kedua orang tua yang berusia lanjut itu adalah kesempatan paling baik untuk mendapatkan pahala dari Allah, dimudahkan rizki dan jembatan emas menuju surga. Karena itu sungguh rugi jika seorang anak menyia-nyiakan kesempatan yang paling berharga ini dengan mengabaikan hak-hak orang tuanya dan dengan sebab itu dia tidak masuk surga.

Jika kita mencoba membandingkan antara berbakti kepada kedua orang tua dengan jalan mengurusi kedua orang tua yang sudah lanjut usia atau bahkan sudah pikun yang berada di sisi kita dengan ketika kedua orang tua kita mengurusi dan mebesarkan serta mendidik kita sewaktu masih kecil, maka berbakti kepada keduanya masih terbilang labih ringan. Mungkin kita mengurusnya hanya beberapa tahun saja. Sedangkan mereka mengurus kita membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun. Dari mulai hamil, hingga dilahirkan kemudian disekolahkan. Kedua orang tua kita memberikan segala yang kita minta mungkin lebih dari 10 tahun bahkan sampai 25 tahun.

Ketika orang tua mengurusi kita, dia mendo'akan agar si anak hidup dengan baik dan menjadi anak yang shalih, tetapi ketika orang tua ada di sisi kita, di do'akan supaya cepat meninggal. Bahkan ada di antara mereka yang menyerahkan keduanya ke panti jompo. Ini adalah perbuatan dari anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.

Bagaimanapun keadaannya, kedudukan mereka tetaplah sebagai orang tua kita, walaupun mereka bodoh, kasar atau bahkan jahat kepada kita. Dialah yang melahirkan dan mengurusi kita, bukan orang lain. Maka kita wajib berbakti kepada keduanya bagaimanapun keadaannya. Seandainya dia berbuat syirik atau bid'ah, kita wajib mendakwahkan kepadanya dengan baik supaya dia kembali, kita do'akan supaya mendapatkan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, bukan diperlakukan dengan tidak baik, berbuat kasar atau pun yang lainnya.

SILATURRAHIM YANG PALING UTAMA

Bersilaturrahim dan berbuat baik kepada orang tua merupakan ajaran yang menjadi ketetapan Kitabullah Al-Qur'an dan Al-Hadits. Allah Ta'ala berfirman:

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya". (Al-Isra': 23)

Wa Qadha Rabbuka berarti suatu perintah yang lazim tidak bisa ditawar-tawar lagi dan Alla Ta'budu Illa Iyahu berarti perintah ibadah yang bersifat individu.

Allah menghubungkan beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada orang tua menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang tua dan birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua) di sisi Allah.

Secara naluri orang tua dengan suka rela mau mengorbankan segala sesuatu untuk memelihara dan membesarkan anak-anaknya dan anak mendapatkan kenikmatan serta perlindungan sempurna dari kedua orang tuanya.

Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian orang tuanya dan tatkala menginjak masa tua mereka pun tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa cepat seorang anak melalai-kan semua jasa-jasa orang tuanya, hanya disibukkan dengan isteri dan anak sehingga para bapak tidak perlu lagi menasihati anak-anaknya hanya saja seorang anak harus diingatkan dan digugah perasaannya atas kewajib-an mereka terhadap orang tuanya yang sepanjang umurnya dengan berbagai kesulitan dihabiskan untuk mereka serta mengorbankan segala yang ada demi kesenangan dan kebahagiaan mereka hingga datang masa lelah dan letih.

Maka berbuat baik kepada kedua orang tua menjadi keputusan mutlak dari Allah dan ibadah yang menempati urutan kedua setelah beribadah kepada Allah.

"Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliha-raanmu". (Al-Isra': 23)

Kibar atau kibarul sin artinya berusia lanjut, umur sudah mulai menua, punggung sudah mulai membung-kuk dan kulit sudah mulai keriput. 'Indaka yang berarti pemeliharaan yaitu suatu kalimat yang menggambarkan makna tempat berlindung dan berteduh pada saat masa tua, lemah dan tidak berdaya.

Allah Ta'ala berfirman:

"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka". (Al-Isra': 23)

Seakan-akan Allah berfirman; Bersopan santunlah kamu kepada orang tua! Dengan demikian ayat tersebut mengajarkan sikap sopan agar seorang anak tidak menunjukkan sikap kasar serta menyakitkan hati atau merendahkan kedua orang tua.

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".

Ini tingkatan yang lebih tinggi lagi yaitu keharusan bagi anak untuk selalu mengucapkan perkataan yang baik kepada kedua orang tua dan memperlihatkan sikap hormat serta menghargai.

Allah Ta'ala juga berfirman:

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang".

Seolah-olah sikap rendah diri memiliki sayap dan sayap tersebut direndahkan sebagai tanda penghormatan dan penyerahan diri dalam arti sikap rendah diri yang selayaknya diperintahkan kepada kedua orang tua, seba-gai pengakuan tulus atas kebaikan dan jasa-jasanya.

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku kasihilah me-reka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al-Isra': 24)

Penyebutan kondisi masa kecil yang lemah yang membutuhkan perawatan dari kedua orang tua meng-ingatkan kepada kondisi yang sama yang sedang dialami orang tua tatkala menginjak lanjut usia yang selalu membutuhkan kasih sayang dan perawatan semisal. Lalu memohon kepada Allah agar bisa memberi belas-kasih kepada mereka berdua sebagai pengakuan atas kekurangan dalam memberi kasihsayang secara sem-purna dan hanya Allahlah yang bisa memberi kasih-sayang atau perawatan yang sangat sempurna serta hanya Dialah yang mampu membalas semua kebaikan dengan sempurna yang tidak mungkin bagi anak untuk melakukannya.

Bukti kasihsayang Allah banyak sekali yang tampak pada makhluk lain. Suatu contoh cahaya mata-hari yang menyinari alam semesta, udara yang dihirup manusia melalui proses paru-paru, air berfungsi untuk minum, masak dan menyiram tanaman dan kasih sayang ibu terhadap anaknya yang muncul secara fitrah sebagai bukti nyata kasih sayang Allah Rabb semesta alam.

Orang mulia dan baik kepada kedua orang tua akan selalu tahu kedudukan serta kemuliaan orang tua, dia merasakan tatkala mencium tangan ibu atau bapak-nya seolah-olah dia bersujud dengan ruh dan perasaan-nya laksana bersujud kepada Allah, dia mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu rahasia dalam kehidupan. Semua itu menjadi bukti penghargaan dan penghormatan kepada kedua orang tua.

Allah Ta'la berfirman:

"Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya . Dan jika kedua-nya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti ke-duanya". (Al-Ankabut: 8).

Orang tua adalah kerabat terdekat yang mempu-nyai jasa yang tidak terhingga dan kasih sayang yang besar sepanjang masa sehingga tidak aneh bila hak-haknya juga besar.

Seorang anak wajib mencintai, menghormati dan memelihara orang tua walaupun keduanya musyrik atau berlainan agama, keduanya berhak untuk diberi kebaik-an dan pemeliharaan bukan mentaati dan mengikuti kesyrikan atau agamanya.

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang ber-tambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun." (Luqman : 14)

Disebutkan berulang-ulang serta banyak sekali wasiat untuk seorang anak agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya di dalam Al-Qur'an dan wasiat Rasul shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak disebutkan wasiat orang tua untuk berbuat baik terhadap anaknya kecuali sedikit.

Karena kebaikan dan pengorbanan orang tua beru-pa jiwa, raga dan kekuatan yang tak terhitung tanpa berkeluh kesah dan meminta balasan dari anaknya, secara fitrah(naluri) sudah cukup sebagai pendorong kedua orang tua untuk bersikap demikian tanpa ditekan dengan wasiat. Adapun anak harus selalu diberi wasiat dan diingatkan agar senantiasa ingat akan jasa-jasa orang yang selama ini telah mencurahkan jiwa dan raga serta seluruh hidupnya dalam membesarkan dan mendidiknya. Apalagi seorang ibu selama mengandung mengalami banyak beban berat sebagaimana firman Allah Ta'ala (ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah), ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan dan mengasuh anaknya, dan penderitaan di saat hamil tidak ada yang bisa merasakan payahnya kecuali kaum ibu juga.

Al-Bazzar meriwayatkan hadits dari Buraidah dari bapaknya bahwa ada seorang lelaki yang sedang thawaf sambil menggendong ibunya, lalu dia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: " Apakah dengan ini saya sudah menunaikan haknya?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Belum! Walaupun se-cuil".

Dari Al-Miqdam bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, sesungguhnya Allah berwa-siat agar berbuat baik kepada bapak-bapakmu dan sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu". (Dishahih-kan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah)

Anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua, kasih sayangnya mengalir di dalam darah daging keduanya.

Dari 'Aqra' bin Habis sesungguhnya dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mencium Hasan, lalu dia berkata: "Sesung-guhnya saya mempunyai sepuluh orang anak dan saya tidak pernah mencium seorangpun di antara mereka. Beliau bersabda:

"Sesungguhnya barangsiapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang". (Muttafaq 'alaih)

Al-Ahnaf bin Qais rahimahullah ditanya tentang masalah sikapnya terhadap anak, maka beliau menjawab: Anak adalah buah hati, belahan jiwa dan tulang punggung, kita rela terhina bagaikan bumi rela diinjak demi mereka dan bagaikan langit yang siap menaungi hidup mereka dan kita siap menjadi senjata pelindung bagi mereka dalam menghadapi marabahaya. Jika mereka minta sesuatu kabulkanlah dan bila marah cari sesuatu yang menye-nangkan hatinya, maka mereka akan membalas kasih sayangmu dan berterimakasih atas setiap pemberian-mu. Janganlah kalian merasa berat dan terbebani oleh anakmu, sebab mereka akan mengacuhkan hidupmu dan menghendaki kematianmu serta segan mendekati-mu.

Apabila seorang anak di mata orang tua keduduk-annya seperti itu, seharusnya anak menempatkan posisi orang tua tidak kurang dari itu dalam menghormati dan memuliakan orang tua mereka sebagai bukti balas budi dan pengakuan terhadap kebaikan yang telah didapat dari orang tua. Di samping tetap melestarikan kewajiban silaturrahim kepada mereka berdua sesuai ketentuan Kitabullah.

Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Tiga macam doa yang pasti terkabulkan; doa orang tua untuk anaknya, doa orang musafir dan doa orang yang teraniaya". (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Al-Albani).

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta izin untuk ikut serta berjihad, maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Dia berkata: "Ya, masih hidup". Beliau bersabda: "Maka berjihadlah dalam (menjaga) keduanya".

Dari Abu Bakrah berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Maukah kalian aku ceritakan tentang dosa yang paling besar?" Kami menjawab: "Ya wahai Rasu-lullah".

Beliau bersabda:

"Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Beliau waktu itu bersandar, maka terus duduk dan bersabda: "Ketahuilah, dan perkataan dusta". (Shahihul Jami')

Dari Abdullah Ibnu Mas'ud berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: Apakah amal yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab: "Shalat pada waktunya." Saya bertanya: "Lalu apalagi?" Beliau bersabda: "Berbuat baik kepada orang tua". Saya bertanya: "Kemudian apalagi?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersab-da: "Jihad di jalan Allah". (Muttafaq 'alaih)

Dari Jabir bin Abdullah sesungguhnya seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya saya mempunyai harta dan anak, dan bapak saya meng-inginkan hartaku. Maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu". (Muttafaq 'alaih).

Dan petunjuk birrul walidain yang terbaik adalah sikap yang telah ditunjukkan oleh para nabi 'alaihimus shalatu wa salam sebagai simbol anutan dan petunjuk bagi setiap manusia.

Nabi Ismail 'alaihi salam berkata dan ucapannya diabadi-kan dalam firman Allah Ta'ala:

"Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar". (Ash-Shafaat: 102).

Nabi Nuh 'alaihi salam berkata juga dan ucapannya dise-butkan dalam firman Allah Ta'ala:

"Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman". (Nuh: 28)

Nabi Isa 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya:

"Dan berbakti kepada ibuku". (Maryam: 32)

Nabi Yahya 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala demikian yang disebutkan dalam firman Allah:

"Dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka". (Maryam: 14) Betapa indahnya bila seorang muslim bisa mencontoh dan mengikuti jejak para nabi

Mendampingi Para Lanjut Usia

Pada saat ini harapan hidup tertinggi ada pada orang Jepang. Kalau mau hidup panjang, pelajarilah pola perilaku, terutama pola makan dan pola hidup orang Jepang yang bisa mencapai rata-rata 76 tahun untuk laki-laki dan untuk perempuan lebih tua lagi yaitu 82 tahun. Jadi lansia bukan berarti berpenyakit. Karena itu masa lansia perlu dipersiapkan mulai lahir bahkan sejak dalam kandungan, terutama menyangkut pola makan, kebiasaan olahraga, dan makanan yang baik.

Pepatah mengatakan: Sebelum ajal, berpantang mati. Ini mengingatkan kita bahwa lanjut usia tidak perlu dijalani dengan sikap seolah-olah semua sudah berakhir. Masa lanjut usia memang ada keterbatasannya. Misalnya di peng-lihatan, pendengaran, kemampuan lari atau jalan. Tapi toh ada sisi positifnya juga. Tidak perlu berjuang cari penghasilan untuk menghidupi anak-anaknya. Kalau pasangan masih lengkap, maka lansia masih bisa menikmati hidup dengan cara yang lebih santai. Pada usia lanjut, kesempatan untuk aktualisasi diri masih terbuka lebar yaitu untuk menyalurkan bakat dan ide serta mengamalkan pengalamannya kepada orang lain.

Perkembangan kejiwaan dan sosial (psikososial) lansia seharusnya sudah terbentuk. Integritas dirinya sudah mantap dan stabil sehingga dia dapat menjalani masa lansia itu dengan sukacita. Bila seseorang bisa menerima diri apa adanya, tahu posisinya di masyarakat dan keluarga, serta mampu berkomunikasi dengan lingkungan, terutama dengan generasi yang lebih muda, maka dia akan dapat menjalani usia senja dengan baik.

MEMANDANG LANSIA

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, lansia adalah tenaga handal dan berpengalaman, lebih dapat dipercaya, lebih teliti, jarang mangkir kerja, gudang pengalaman dan contoh dalam etika. Dalam pemikiran bangsa Tionghoa tradisional katanya, hanya orang berumur 60 tahun atau lebih, yang berhak merayakan ulang tahunnya.

Dalam budaya Jawa, peran lansia dinyatakan dalam tiga ur yaitu tutur (memberi tutur mengenai pengetahuan), memberi wuwur (harta), dan sembur (dalam hal moral). Orang lansia tidak hanya menjadi teladan dalam peng-etahuan, tapi juga sikap, keterampilan/skill, dan harta.

Marcus Tullius Cicero (106–43 SM) mengatakan lansia tidak disambut sama baik pada berbagai ras. Ada ras tertentu yang tidak menyambut lansia dengan sama baik (mungkin semua baik, tetapi tidak sama). Orang Sparta mengagungkan para lansia. Dewan kota terdiri dari 28 orang berusia 60 tahun atau lebih.

Cicero menepis pandangan negatif tentang usia lanjut. Katanya:

1. Pandangan Umum: Masyarakat menyingkirkan lansia dari tugas dan jabatan penting.

Cicero: Padahal lansia dapat menjadi penasehat ahli atau tugas administratif. Dengan adanya program Masa Persiapan Pensiun (MPP) tidak berarti bahwa lansia disingkirkan.

2. Pandangan Umum: Usia lanjut menggerogoti kekuatan fisik dan mengurangi nilai seseorang.

Cicero: Surutnya kekuatan fisik tidak besar artinya dibandingkan dengan keedewasaan berpikir dan karakternya.

3. Pandangan Umum: usia lanjut mengurangi kemampuan menikmati sensual, terutama kenikmatan seksual.

Cicero: Kehilangan tersebut memberi beberapa ke-untungan sebab memungkinkan lansia berkonsentrasi pada masalah kebajikan dan peningkatan diri. Lansia punya waktu memperhatikan mengenai kerohanian dan spiritualitas.

4. Pandangan Umum: Lansia mengalami kecemasan akan kematian.

Cicero: Sependapat dengan Plato bahwa kematian adalah suatu berkah yaitu membebaskan jiwa yang abadi dari kungkungan badan pada dunia yang serba tak sempurna itu. Kalau kita orang Kristen percaya akan kehidupan kekal, tentu kematian bukan akhir dari segala-galanya akan tetapi pindah kepada kehidupan yang lebih baik.

Pandangan masyarakat barat terhadap lansia dapat dilihat dari beberapa ungkapan berikut ini:

1. Age appears to be best in four things – old wood best to burn, old wine to drink. Old friends to trust, and old authors to read (Francis Bacon).

2. A Birthday Toast (Anonymous)

“Like rare French Brandy

Like Georgean house

Like first edition

Like a Chippendale chair

Like Bach motet

The older you grow, The dearer you get”

3. Native American (American Indian):

Lansia dihormati karena pengetahuan dan pengalamannya. Kewajiban orang tua ialah menurunkan kearifannya dan apa yang telah dipelajari. Seluruh anggota suatu suku bertanggung jawab terhadap lansia. Kontak mata lang-sung, terutama dengan lansia, dianggap tidak meng-hormati. (berbeda dengan dunia barat yang mengatakan kalau berbicara lebih baik menatap muka).

TEORI ILMU SOSIAL TENTANG LANSIA

1. Age stratification:

Setiap tingkatan usia mempunyai peran dan ekspektasi berbeda. Sambil menanggapi setiap perubahan lingkungan (karena kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan), maka orang harus berubah menuju ke tingkat usia yang lebih lanjut. Karena dunia berubah, dalam perkembangannya sendiri orang akan menyesuaikan diri.

Misalnya di SD kita belajar, kita punya cita-cita untuk mencari nafkah. Saat dewasa, itu bukan merupakan cita-cita lagi, tapi keharusan. Sedangkan di usia lanjut aktifitas bukan pada mencari nafkah, melainkan pada menikmati. Maka manusia selain menyesuaikan diri dengan perkembangan internalnya sebagai akibat dari pertumbuhan, juga harus menyesuaikan dengan lingkungannya. Kalau tidak, kita bisa berbenturan dengan lingkungan. Catatan: menyesuaikan diri dengan lingkungan bukan berarti ikut-ikutan.

2. Minority group:

Lansia adalah golongan minoritas, sebagaimana minoritas dalam konteks lain, selalu mengalami diskrimasi. Ini adalah kenyataannya, terutama di negara berkembang lansia itu agak didiskrimasi walaupun secara resmi tidak. Misalnya: Peraturan pemerintah mengatakan orang di atas 60 tahun, KTP-nya berlaku seumur hidup. Naik pesawat terbang, ada diskon. Tapi pengalaman saya selama ini, selalu dikatakan, “Wah, jatah untuk lansia sudah habis.”

3. Life events and stress:

Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan bertambahnya usia, biasanya berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan pada usia lanjut. Jadi, kalau seseorang bisa tetap sehat pada usia lansia, biasanya dia sejahtera.

Ada orang yang menolak pensiun, ada orang yang menyambut baik pensiun. Ada yang tidak bahagia pada masa pensiun dan ada yang menikmati masa pensiun. Menolak pensiun kalau ia masih bisa produktif dan bisa mengisi hidup, memang tidak ada masalah. Kalau mencari-cari, ini yang jadi masalah.

4. Homogeneity ><>

Semua manusia sejak bayi sampai umur 5 tahun, laki-laki dan perempuan hampir tidak bisa dibedakan. Misalnya, kalau pakai baju sama, rambut dipotong sama pendek, kita pasti tidak bisa bedakan antara laki-laki dan perempuan.

Di usia remaja penampilannya berbeda. Sepintas bisa terlihat. Di atas 85 tahun sifatnya homogen. Mungkin setelah 85 tahun hormonnya sudah tidak ada semua, maka karakteristik seksual dan temperamennya sama. Wanita lebih cepat tua dari pada pria. (catatan: Sedangkan pada usia 70 – 75 tahun malah sifatnya sangat berbeda).

LANSIA DAN KELUARGA INTINYA

Beberapa tahun yang lalu ada kecenderungan pemikir-an sebaiknya lansia dipisahkan dari masyarakat jadi berdirilah panti-panti werda. Tapi para lansia jadi merasa dibuang. Kalau lansia harus tetap tinggal di rumah, jaga cucu dan jaga rumah jadi tugasnya.

Diproyeksikan pada 2015 penduduk di seluruh dunia mayoritas adalah lansia. Nah, kalau harus disediakan panti werda, berapa banyak panti werda yang harus disediakan? Kebijakan WHO adalah lansia harus sehat dan bisa dirawat di rumah. Oleh karena itu pendampingan enjadi sangat penting.

Ada anggapan lansia terlalu lamban, daya reaksinya lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak, serta berpikir menurun. Anggapan ini ada yang benar, ada yang tidak. Apakah betul kemampuan berpikir menurun? Belum tentu, kecuali dia pikun. Kenyataannya masih banyak lansia yang kinerjanya baik (Misalnya Verdi, Goethe, Andre Tupolev, Galilei, Laplace, Eisenhower, Churchill, Reagen, Lee Kuan Yew, Teng Xiao Peng, Khomeini, Frans Seda).

Perubahan biologis dan situasi lingkungan sosial dapat mempengaruhi kehidupan mental dan emosional lansia. Sebetulnya tidak hanya lansia, semua orang apabila fisiknya mengalami perubahan biologis dan situasi sosial bisa mem-pengaruhi kehidupan mental emosional. Hanya saja kalau masih muda kemampuan adaptasinya masih lebih baik dibandingkan yang sudah lansia.

Masyarakat timur punya nilai tradisional yang kuat. Lansia merupakan tokoh yang masih dihormati, berwibawa dan dianggap bijaksana, sering dianggap sebagai figur yang kuat dalam masyarakat, dianggap sebagai pemelihara kesatuan.

Norma dan nilai sosial di Indonesia saat ini masih menempatkan lansia pada kedudukan yang lebih tinggi, sebagai sumber nasehat dan restu, sangat dihormati dalam upacara maupun dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kalau mau menikah ada permohonan doa restu, bahkan sampai ke kuburan.

Norma dan nilai ini mulai berubah akibat kemajuan teknologi dan berkurangnya buta huruf, sehingga sumber informasi dapat diperoleh dari dokumen (buku, internet), bukan hanya bertanya pada lansia.

TIPE PSIKOLOGIK LANSIA

1. Tipe konstruktif

Lansia yang mempunyai integritas baik, dapat me-nikmati hidup, toleransi tinggi, humoristik, fleksibel, dan tahu diri. Apakah perlu didampingi? Saya kira cukup didampingi oleh istrinya.

2. Tipe ketergantungan

Dia diterima dalam masyarakat, tetapi pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai inisiatif, senang dengan pensiun, banyak makan dan minum, tak suka kerja, senang berlibur. Apakah lansia semacam ini memerlukan pendampingan? Nampaknya sih tidak terlalu. Paling-paling dia perlu didampingi saat minum kopi, misalnya.

3. Tipe defensif

Menolak bantuan, emosional, memegang teguh kebiasaannya, kompulsif (terikat betul pada kebiasaannya), takut menjadi tua, dan tak menyukai masa pensiun. Misalnya, jalannya sudah tidak stabil, digandeng tapi tidak mau. Apalagi kalau di depan gadis-gadis, merasa masih jejaka. Kalau sudah biasa nonton TV jam sekian, bisa ribut sama cucunya yang mau nonton channel lain. Solusinya gampang: beli televise satu lagi. Selesai.

4. Tipe bermusuhan

Menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan-nya, banyak mengeluh, agresif, curiga, takut mati, iri pada yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan, termasuk judi, cenderung menyalahkan orang lain, “Bapak seperti ini karena dulu waktu kamu kecil…….”

5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri

Kritis terhadap diri sendiri, tidak punya ambisi, pe-nurunan kondisi sosio-ekonomik, perkawinan yang tak bahagia. Tetapi dia tetap menerima proses menua dan tidak iri terhadap yang muda. Dia merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta berpandangan bahwa kematian adalah kejadian yang membebaskan diri dari penderitaan.

Seorang ahli lansia (Subagyo Partodiharjo) mengatakan bahwa kondisi kesehatan bangsa Indonesia masih buruk akibat kebiasaan yang diwariskan nenek moyang: malas berolahraga, gemar merokok, dan pola makan yang keliru. Bangsa kita terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat (nasi, kue-kue, segala yang manis-manis – kopi, teh manis).

Definisi sehat menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan: Kesehatan adalah keadaan sempurna yang tidak saja meliputi fisik, mental maupun sosial, melainkan bebas dari sakit, cacat, dan kelemahan. Kalau lansia berpendengaran kurang, perlu pakai kacamata, perlu pakai tongkat, ini semua sudah termasuk kelemahan, kurang sehat.

Tetapi menurut Undang-Undang RI yang baru (nomor 23) tentang kesehatan menghapus kalimat “bebas dari sakit, cacat, dan kelemahan”. Lansia (usia 60-an) dianggap sehat adalah produktif secara sosial dan ekonomis. Jadi masih berpenghasilan atau secara sosial (kegiatan di gereja, dan sebagainya).

Oleh karena itu, supaya tetap produktif secara sosial dan ekonomis, lansia harus tetap sehat. Tetap sehat juga diperlukan bagi lansia itu sendiri agar dapat menikmati hidup pada usia lanjut.

Permasalahan yang sering timbul adalah: tinggal di rumah sendiri, bersama anak-cucu atau di panti werda?

Masing-masing ada untung ruginya, bisa dijawab sendiri. Bagaimana bila seorang/pasangan lansia, masih mempunyai orangtua yang tergolong sangat tua, lebih-lebih bila ber-penyakit kronis? Di negara maju hal ini sudah menjadi persoalan, tapi di negara kita belum, karena belum banyak yang tergolong demikian.

No comments: