Tuesday, November 18, 2008

Fitra "Spiderman" Ramadani Ngebut Di Jalanan





Fitra "SPiderman" Ramadani Beraksi di Desa Penggarit





Qorin Belajar Berdiri




Qorin Jangan Menangis ....










Qorin Belajar Merangkak









Masjid Agung Jawa Tengah Mendunia





Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang terletak di Jalan Gajah Raya Semarang, Jawa Tengah, yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 November 2006, kini menjadi kebanggan umat Islam karena keberadaan tempat ibadah yang dibangun di atas lahan 10 hektare itu telah mendunia.

Keberadaan MAJT tidak hanya dikenal umat Islam Indonesia namun telah dikenal umat Islam di dunia. Gaungnya telah sampai ke dunia. Tidak sedikit umat Islam dunia dan diplomat negara Islam yang berkunjung ke Jawa Tengah menyempatkan diri mengunjungi MAJT.

Mereka mengaku tertegun dengan kemegahan MAJT yang pembangunannya memakan waktu 5 tahun itu menjadi tempat ibadah, pusat pendidikan, pelayanan masyarakat, pusat aktivitas syiar Islam, dan alternatif wisata religi.

MAJT dibangun di areal seluas kurang lebih 10 hektare, dengan luas bangunan induk seluas 7.669 m2, dan mampu menampung 15.000 jemaah. Sedangkan pelatarannya seluas 7.500 m2 dilengkapi dengan enam payung raksasa yang bisa membuka dan menutup secara otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi di kota Madinah.

Arsitektur masjid ini merupakan perpaduan antara arsitektur Jawa, Arab, dan Yunani.

Di bangunan sayap kanan terdapat ruang pertemuan atau auditorium yang mampu menampung 2.000 jemaah. Sedangkan sayap kiri dipersiapkan untuk perpustakaan yang nantinya didesain menjadi perpustakaan modern (digital library) dan ruang perkantoran yang disewakan.

MAJT selain disiapkan sebagai tempat ibadah, juga dipersiapkan sebagai objek wisata religius. Untuk menunjang tujuan tersebut, MAJT dilengkapi dengan wisma penginapan dengan kapasitas 23 kamar berbagai kelas sehingga para peziarah yang ingin bermalam bisa memanfaatkan fasilitas ini.

Daya tarik lain dari masjid ini adalah Menara Asmaul Husna atau Al Husna Tower yang tingginya mencapai 99 Meter. Bagian dasar dari menara ini terdapat Studio Radio DaIs (Dakwah Islam). Sedangkan di lantai 2 dan lantai 3 digunakan sebagai Museum Kebudayaan Islam, dan di lantai 18 terdapat "Kafe Muslim" yang dapat berputar 360 derajat. Di lantai 19, yaitu untuk menara pandang dilengkapi lima teropong yang bisa melihat kota Semarang.

MAJT ditinjau dari segi arsitekturnya sangat membanggakan dan bangunannya meneladani prinsip gugus model kluster dari Masjid Nabawi di Madinah.

Bentuk penampilan arsitekturnya merupakan gubahan baru yang mengambil model dari tradisi masjid para wali dengan membubuhkan corak universal arsitektur Islam pada bangunan pusatnya dengan menonjolkan kubah utama yang dilengkapi dengan "minaret" runcing menjulang di keempat sisinya.

Ide pendirian MAJT berasal dari Gubernur Mardiyanto yang didukung tokoh-tokoh masyarakat dan agama. Mereka sangat mendukung gagasan tersebut. Pertimbangannya, masyarakat Jateng memerlukan bangunan monumental berupa masjid yang menjadi kebanggaan rakyat Jateng. Keberadaan masjid itu juga mencerminkan perhatian pemerintah dan masyarakat untuk memelihara keseimbangan antara pembangunan material dan spiritual.

MAJT beserta fasilitas pendukungnya menempati tanah "bondo" Masjid Agung Semarang di Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang.

Karena itu, di samping adanya arena bisnis di sekeliling MAJT, seperti halnya Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Mekah, sangat diharapkan uluran tangan dari kaum "aghniya" (orang kaya) untuk memberikan bantuan material agar MAJT terpelihara kebersihan, keindahannya, dan dapat berfungsi maksimal.

MAJT mempunyai konsep yang diterjemahkan dalam tradisi candra sengkala. Pesan dalam candra sengkala yang dipadu dalam kalimat "sucining guna gapuraning gusti" (4391-1934 Jawa atau 2001 tahun Masehi Miladiyah), menandai awal terbesitnya niat untuk mulai membangun masjid mutiara tanah Jawa itu.

Masjid yang mampu menampung 15.000 jemaah ini secara keseluruhan terdiri atas bangunan masjid, plaza masjid dengan enam payung hidrolik raksasa, aula pertemuan, graha agung hotel, kompleks perkantoran, perpustakaan, dan menara Asmaul Husna.

Beberapa bangunan di dalam area MAJT mempunyai spesifikasi khusus yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia. Misalnya payung hidrolik raksasa hanya ada di dua tempat, yaitu Masjid Nabawi dan Masjid Agung Jawa Tengah.

Menara Asmaul Husna, yang berdiri kokoh di sudut barat daya MAJT merupakan salah satu daya tarik kawasan itu. Dari bentuknya, bangunan setinggi 99 meter yang melambangkan nama Allah itu dikonsep sebagai replika Menara Kudus. Banyak pengunjung yang datang untuk sekadar melihat atau berfoto bersama di menara MAJT.

Konsep bangunan yang menggabungkan arsitektur Jawa, Islam, dan Roma itu merupakan pemikat bagi pengunjung. Berbagai "memorabilia" yang terkait dengan syiar Islam juga ada di sana, di antaranya Alquran raksasa tulisan tangan yang merupakan karya H. Hayatuddin, "khattat" (penulis kaligrafi) dari Universitas Sains dan Ilmu Alquran (Unsyiq) Jateng di Wonosobo.

Selain itu, ada pula replika beduk raksasa Purworejo, yang dibuat para santri Pesantren Alfalah Mangunsari, Jatilawang, Banyumas. Bangunan masjid tak menunjukkan kesan mewah. Dibandingkan bangunan pendampingnya, bangunan masjid lebih sederhana, namun memberi kesan teduh.

Pemilihan warna maupun penataan interior masjid dirancang dengan cermat. Rancangan bentuk dan hiasan di dalam masjid didominasi pengaruh dua budaya, Jawa dan Islam. Bentuk kubah, lengkungan, geometri bintang delapan, dan kaligrafi mencerminkan budaya Islam.

Puas Mengunjungi Masjid Agung Jawa Tengah






Masjid Agung Jawa Tengah, ditinjau dari segi arsitekturnya sungguh membanggakan dan bangunannya meneladani prinsip gugus model kluster dari Masjid Nabawi di Madinah. Bentuk penampilan arsitekturnya merupakan gubahan baru yang mengambil model dari tradisi masjid para wali dengan membubuhkan corak universal arsitektur Islam pada bangunan pusatnya dengan menonjolkan kubah utama yang dilengkapi dengan minaret runcing menjulang di keempat sisinya.

Ide pendirian dari Gubernur Mardiyanto, yang kemudian setelah disampaikan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama, mereka sangat mendukung gagasan tersebut. Pertimbangannya, masyarakat Jawa Tengah memerlukan bangunan monumental berupa masjid yang menjadi kebanggaan rakyat Jawa Tengah, yang bukan saja sangat indah bentuknya dan luas daya tampungnya, tetapi juga dapat bertahan ratusan tahun. Keberadaan masjid itu juga mencerminkan perhatian pemerintah dan masyarakat untuk memelihara keseimbangan antara pembangunan material dan spiritual.

Kalau masyarakat Jawa Barat memiliki masjid kebanggaannya, yaitu Masjid Pusda'i, masyarakat Jawa Timur dengan Masjid Al-Akbar, masyarakat DIY dengan Masjid Shalahuddin, dan masyarakat Sulawesi dengan Masjid Al-Markazul Islami, maka sudah saatnya masyarakat Jawa Tengah juga memiliki masjid yang megah sehingga menjadi kebanggaan mereka. Gagasan untuk memiliki masjid yang megah itu mendapat persetujuan sepenuhnya dari DPRD Jawa Tengah sehingga pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah menjadi kenyataan.

Masjid beserta fasilitas pendukungnya menempati tanah bandha Masjid Agung Semarang seluas 10 ha di Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Masjid itu akan mampu menampung jamaah lebih-kurang 13.000 orang.

Menurut rencana tata ruang, dalam bangunan masjid itu terdapat ruang shalat, tempat berwudu, ruang kantor, ruang kursus dan pelatihan, ruang perpustakaan, ruang akad nikah dan auditorium. Dalam upaya penggalian dana, dalam kompleks masjid juga disediakan galeri pertokoan, ruang-ruang kantor yang disewakan, dan toko suvenir. Di luar bangunan gedung terdapat pertamanan dan tempat parkir yang luas. Bila pembangunan masjid itu sudah selesai semuanya kelak, maka bangunan itu merupakan aset masyarakat Jawa Tengah yang multiguna, yaitu di samping sebagai tempat ibadat juga sebagai arena pendidikan dan dakwah, kegiatan bisnis, objek pariwisata, dan akan menarik warga untuk memenuhi lahan pemukiman di sekelilingnya.

Fungsionalisasi

Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat ibadat dalam pengertian yang luas. Selain ibadah shalat wajib lima waktu dan shalat Jumat, juga kegiatan ubudiah (ritual) lainnya seperti shalat sunat, iktikaf, zikir, berdoa, tadarus Alquran dan lain-lain. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, masjid juga menjadi tempat musyawarah untuk membahas berbagai persoalan umat yang menyangkut segenap aspek kehidupan. Berpusat dari masjid inilah para pemuka Islam membahas upaya-upaya untuk memajukan kebudayaan umat.

Masjid hendaknya juga menjadi sumber pencerahan umat. Melalui kutbah dan ceramah-ceramah di masjid, umat dibimbing agar makin meningkat kadar keimanan dan ketakwaannya, bertambah pengetahuannya, dan makin kukuh semangat ukhuwah Islamiyah dan kebangsaannya.

Sesuai dengan misi Islam rahmatan lil'alamin, maka MAJT diharapkan dapat membantu mewujudkan iklim sejuk di Jawa Tengah dan membimbing umat Islam agar memiliki akhlaqul karimah dan kepedulian sosial yang lebih tinggi.

Untuk meningkatkan sense of belongings dari masyarakat terhadap masjid, maka pengelola masjid perlu memahami aspirasi yang berkembang dalam masyarakat dan memelihara hubungan baik dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat. Di samping itu, kita perlu menciptakan suasana yang kondusif sedemikian rupa sehingga umat Islam dari berbagai aliran dan pahamnya, merasa nyaman melakukan ibadah di masjid yang indah itu.

Di samping timbulnya rasa syukur dan bangga memiliki masjid yang besar dan indah, umat Islam seyogianya juga memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga kelestariannya. Biaya operasional, pemeliharaan dan pengembangannya sungguh sangat besar. Oleh karena itu, di samping adanya arena bisnis di sekeliling masjid itu, seperti halnya Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah, sangat diharapkan uluran tangan dari kaum aghniya (the haves) untuk memberikan bantuan material agar masjid itu terpelihara kebersihan dan keindahannya serta dapat berfungsi secara maksimal. (berbagai sumber)

Bapa dan Mama Berpose di Miniatur Pintu Kabah




Keluarga Bahagia Mengunjungi Masjid Agung Jawa Tengah