Monday, October 17, 2005

Sebuah PERMAINAN

Sebuah Permainan
Oleh : Andika ‘Nyong’ H Mustaqim*
Menjelang pengumuman kelulusan SMU, banyak siswa yang cemas, bingung, bimbang dan beragam carut marut penyakit otak yang menjadikannya sebuah awal untuk melangkah ke dunia yang lebih mantap. Tidak hanya masalah lulus dan tidak lulus saja yang menjadi sesuatu yang begitu mereka pikirkan, tetapi ada sesuatu yang lain yaitu akan kemana mereka pergi untuk melanjutkan sekolah atau untuk mencari pekerjaan, apa akan keluar kota atau akan mengembangkan bakatnya di dalam kota saja.
“Aku sudah ada kepastian tentang masa depanku,” Bambang mengelurkan pernyataan.
“Aku masih bingung, apa kau akan ke Jawa atau tetap disini? Jawab Shinta.
“Malang, salah satu pilihanku, disana aku akan mencari ilmu, menempa bakat dan kemampuanku untuk menjadi yang lebih baik,” tanggap Bambang.
Mata berkaca-kaca, meneteskan air mata yang bening bak tetesan embun di pagi hari, dan kepala Shinta tertunduk seperti kepala kerbau yang sedang bengong mencari rumput di padang rumput yang sangat luas. Shinta tidak berkata sepatah katapun, tidak bertindak sekecil apapun, dan dia hanya menjadi patung.
***
Kepergian Bambang ke Malang, menjadi suatu hal yang dilema bagi Shinta, dilema yang memasok bukan hanya separoh otaknya tetapi seluruh memori yang ada di otaknya, dipenuhi kebimbangan, pertanyaan, keraguan tentang Bambang. Otak saja tidak cukup, hati dan perasaan bagi perempuan seperti radar tentara yang sering digunakan dalam peperangan, hati dan perasaan perempuan akan mencari tanda-tanda pada sasaran yang akan dituju, kemanapun pergi walaupun hasilnya tidak dapat dipastikan hanya bersifat empati saja. Radar yang selalu berputar-putar untuk mengetahui keberadaan mangsa dengan tujuan untuk mendeteksi kemudian menginformasikan dan setelah itu memikirkan apa yang akan dilakukan nanti. Bagaimana dengan radar yang dimiliki Shinta? Bagaimanapun juga radar memiliki jangkuan tertentu, berapa radius kilometer atau berapa mil untuk mencari sasarannya. Tetapi radarnya tidak mempunyai jangkauan, bahkan sangat luas jangkaunnya meliputi segala sesuatu yang berada dibawah langit ini. Dan apakah radarnya masih berfungsi dengan baik? Radarnya juga banyak dipengaruhi berbagai faktor, emosional, psikologi, lingkungan teman, keluarga, dan situasi dan kondisi yang ada pada dirinya.
***
Bunglon yang ada di sawah dapat berubah-ubah warna kulitnya sesuai dengan benda atau sesuatu yang ada pada sekitanya, juga dedaunan ada disekitarnya maka warna kulitnya akan berubah menjadi hijau, jika tanah yang berada di sekitarnya tubuhnya akan berubah menjadi coklat kehitam-hitaman. Bunglon dapat meloncat dari dari tempat yang satu ke tempat yang lain dengan lihainya, bunglon dapat berlari dengan cepatnya dari tempat yang dia anggap berbahaya ke tempat yang dia anggap aman demi menjaga keselamatannya. Bunglon dapat mencari mangsa dengan mudahnya karena bunglon sangat cocok dimanapun dia berada tanpa merasa bersalah, mempunyai kesan yang sangat bersahabat, mudah bergaul dalam lingkuannya sehingga kesan positif sangat mudah dia dapatkan untuk mencapai kesuksesannya. Tetapi dia mempunyai keunikan yang hampir semua binatang mengetahui bahwa dia sangat mudah beradaptasi, jeleknya dia sangat memanfaatkan lingkungan demi kepentingan sesaat, terutama untuk mencari makan, dia sangat mudah untuk mencari lawan, juga sangat mudah untuk mencari lawan. Hal yang unik lain yaitu dia mudah sekali tidak konsisiten, ketidak konsisitenan itu dapat dia sembunyikanny dengan manis menggunakan segala sesuatu yang ada di sekitarnya, dan kesan terpukau, kagum, dan tersipu akan menjadi kebiasaan binatang lain jika melihat bunglon.
Bambang sama dengan bunglon, itulah yang pantas dikatakan setelah apa yang dilakukannya, yang dia lamunkan, yang dia mimpikan.
Setelah Bambang sekian lama di Malang, banyak perubahan pada dirinya. Dia mempunyai pacar baru, yang menjadi mangsanya adalah kakak tingkatnya sendiri dalam satu jurusan. Bambang mencintai Ani, hanya masalah sederhana karena tidak ada tempat pelarian cinta baginya, selama di Malang. Cewek yang menjadi mangsa Bambang tidak terlalu cantik untuk ukurannya dibandingkan dengan Shinta, dari segi manapun. Cuma yang membuat menarik pada sosok Ani yaitu cewek yang berfikir sangat perfectionist dan selalu mengutamakan apa yang namanya idealisme yang menjadi genggamannya. Uniknya lagi, dia bukan tipe cewek yang senang berorganisasi di kampus atau pun yang lain, dia hanya senang bermain catur.
“Mau main catur? Tanya Ani.
“Bisa... bisa, tapi ada syaratnya’” jawab Bambang.
“Apa syaratnya, asal jangan macam-macam, it’s no problem,” jawab Ani.
“Tidak, kok. Aku hanya mau kenapa kamu kok membuatku selalu spot jantung terus, jika didekatmu?” Bambang bertanya.
“Hi...hi..., itu semua karena ketololanmu yang tetap kamu pertahankan, ganti ketololanmu dengan kedewasaanmu.” Ani dengan bijaknya.
“Main catur merupakan salah satu bentuk kedewasaan?” tanya Bambang.
“Tidak, sangat naif jika kita berbicara tentang permainan mencerminkan atau segala sesuatu untuk menunjukan bahwa kita ini sudah dewasa, walaupun banyak orang yang beranggapan bahwa catur merupakan salah satu untuk mencapai kedewasaan, tetapi saya tidak perlu dengan semua itu,” terang Ani.
“Tetapi banyak hal yang dapat kita ambil pelajaran dari sebuah papan catur dan segala kelengkapannya,” bantah Bambang.
“Tentu, strategi dalam percintaan dengan cowok atau sebaliknya, strategi dalam menghadapi berbagai tantangan, halangan dan rintangan yang ada dalam kehidupan, dan strategi dalam menghadapi berbagai kharakteristik dari prajurit sampai raja,” jelas.
Bambang selalu bertanya-tanya dalam hatinya, apa sih bedanya antara Ani dan Shinta. Walaupun banyak perbedaan yang mencolok, tetapi dia masih dibuat bingung oleh Ani, karena ucapannnya, tingkah laku dan sikapnya tidak dijumpai pada sembarang cewek.
Belajar strategi atau taktik dalam percintaan merupakan hal-hal yang tidak terpikirkan dalam hidup Bambang. Karena yang ada pada dirinya hanya just do it ,tidak ada istilah-istilah yang membuatnya pusing dengan kehidupannya. Baginya bisa hidup, kuliah, makan, punya pacar saja sudah cukup, karena kalau berfikir terlalu berat baginya hanya akan membuang waktu percuma saja. Pandangan hidup sangat terpaku pada pemikiran-pemikiran dia sendiri, jarang sekalu dia mau menerima pandangan hidup orang lain, karena dia tidak membuka mata untuk meihat dunia, membuka mulut untuk berbicara dengan dunia, mengefektifkan telinga untuk mendengarkan apa kata dunia, mengefesienkan hidung untuk merasakan bau-bau dunia, dan membuka syaraf-syaraf yang ada pada kulitnya untuk ikut merasakan sentuhan-sentuhan dunia. Panca inderanya jarang digunakan secara optimal sehingga dia menjalani hidup apa adanya.
Dia itu seperti orang berjalan menuju ke satu tempat, tetapi dia tidak tahu tempat itu sebenarnya, tetapi dia tidak bertanya kepada orang lain, tidak membawa peta bahkan tidak mempunyai peta sehingga jalan terakhir yang ditempuhnya adalah melakukan apa adanya. Kompas yang diberikan kakeknya tidak digunakan sama sekali. Apa lagi menyentuhnya, yang menjadi ironi kompas itu diberikan kepada adiknya untuk mainan. Padahal maksud kakeknya memberikan kompas pada Bambang agar dapat digunakan dalam keadaan darurat, setiap orang pasti akan mengalaminya dan akan membutuhkannya dalam hidup. Tanda-tanda dia akan tersesat dalam hidupnya sudah didepan mata tetapi dia hanya dengan jujurnya Cuma dengan senyum aku akan menghadapi apapun kenyataan yang ada di kehidupanku.
***
Obrolan-obrolan serius selama berpacaran dengan Ani bergulir begitu saja, bahkan dari obrolan serius akan mencari pemaknaan dari sebuah kehidupan. Karena cinta, Bambang melayani apapun yang akan dibicarakan oleh Ani.
Bambang sangat memegang filosofi air, walaupun dia mempunyai kadang salah pemaknaan terhadap fiosofi air itu. Dia akan selalu mengikuti arus kemanapun arus itu akan pergi, tidak memilih tempat-tempat yang ekslusif, temapt yang dipilihnya adalah tempat yang lebih rendah sehingga arus yang itu berjalan dengan lancar menuju sasaran yang dimaksud. Kalau ada tempat yang lebih tinggi dan sulit untuk dilalui arus itu maka dia kan meilih alur lain, tetapi tempat yang tinggi itu lama-kelamaan akan hancur sedikit demi sedikit.
Karena seringnya berbicara tentang hal-hal yang berbau serius, sehingga masa lalu Bambang tidak pernah diungkap oleh Ani, begitu sebaliknya. Mungkin Ani yang cenderung cuek dengan apa yang namanya masa lalu. Hal ini yang membuat Bambang bingung, kenapa dia tidak mau bertanya tentang masa lalunya? Apakah dia malas untuk bertanya atau apakah dia malu untuk bertanya? Mungkinkah dia sangat tertutup dengan masa lalu? Ataukah dia sendiri yang harus memancingnya?
Bambang mulai berfikir waktu yang tepat untuk menceritakan masa lalunya, tentang cinta masa lalunya kepada Ani. Malam minggu pun dipilih Bambang memilih tempat di kafe langganannya, dibilang kafe ya.. dibilang warung makan juga ya, tetapi tulisan yang tertera pada papannya adalah kafe. Tempatnya sangat strategis, nyaman tidak terlalu bising untuk mengobrol lama-lama. Disamping faktor makanan yang enak rasanya dan harganya tidak terlalu banyak merogoh kantong mahasiswa.
Setelah mantap dengan rencananya yang diatur sedemikian rupa, Bambang pun tinggal menyaipakan mental untuk mengahadapi kenyataan apapun namanya nanti, diputus oleh Ani atau terus sama Ani.
***
“Aku mau bercerita tentang masa laluku, walaupun aku tahu kamu sangat tidak suka tentang masalah ini,” Bambang memulai.
“Stop, kamu sudah tahu ‘kan, aku orang yang sangat sulit untuk berbicara tentang masa lalu orang lain, kecuali masa lalu indahku saja,” Ani menjawab.
“Please, ini masalah krusial sekali dalam hubungan kita,” Bambang bersikeras.
“Untuk kali ini tidak apa-apa, tapi ingat hanya untuk kali ini saja, Ok,” Ani mulai melunak.
“Kamu adalah cinta kedua dalam hidupku, dan mungkin akan menjadi cinta yang terakhir, tapi yang menjadi pertanyaan, aku belum memutuskan pacar pertamaku, dia masih berada dikota kelahiranku. Aku sangat sulit untuk memutuskannya, karena...karena” Bambang terpatah-patah.
“Karena apa? Terus terang saja,” Ani mulai tegang.
“Karena dia mempunyai sisi emosional dan sisi psikologi yang mengkuatirkan, bukan hanya aku saja tetapi sahabat-sahabatnya, teman-temannya, dan keluarganya yang selalu memberikan perhatian kepada anak sulungnya,” jelas Bambang.
“Apa itu?” tanya Ani.
“Dia sangat mudah shock, jika mendengarkan kata-kata atau pernyataan yang menyakitkan hatinya atau menyindirnya, apa lagi masalah cinta,” terang Bambang.
“Apa bentuk shock-nya, pingsan atau ..” Ani bertamabah bingung.
“Bukan, dia mudah sekali menggampangkan nyawanya sendiridan dia mempunyai kebiasaan aneh yaitu, dia senang sekali balap sepeda motor, karena dia adalah pembalap wanita dikotaku, aku sangat takut kalau dia mendengar kalau aku disini mempunyai pacar lagi. Dan pastinya kabar itu sudah tersiar sampai kesana, karena banyak teman-temanku yangsekaligus menjadi temannya kuliah disini megetahui tentang aku mempunyai affair denganmu. Itulah yang membuatku bingung,” jelas Bambang.
“Oh.. sekarang aku tahu permasalahanmu, kamu layak menjadi buah simalakama, disatu sisi kamu sulit untuk melepaskan pacar pertamamu, di sisi lain kamu masih mencintaiku, aku tahu seberapa sulit kamu menghadapi permasalahan ini, tapi saya serahkan segala sesuatunya kepadamu,” tegas Ani
“Terus bagaiman dengan solusinya,” tanya Bambang.
“Ya..kamu harus menjelaskan apa adanya ini, kalau kamu ingin membunuhnya, lebih baik putuskan aku saja,” putus Ani.
“Tapi kabar ini pasti sudah sampai kesana’” bimbang Bambang.
***
Pada waktu yang bersamaan, Shinta mendengar kabar bahwa Bambang selingkuh dengan cewek lain di Malang, kabar itu dia dapat dari Dita. Dita sebetulnya tidak mau menceritakan hal itu, tetapi karena Shinta memaksanya akhirnya Dita menceritkan apa yang ia ketahui tentang perselingkuhan Bambang.
Tetapi ada yang aneh pada diri Shinta, dia tidak menangis. Apalagi mengeluarkan airmata dari kelopak mata indah nan elok. Justru tawa kecil yang yang keluar dari bibir yang merah tanpa lipstik yang ia pakai, tawa kecil yang mencerminkan bahwa dia terkesan cuek dengan perselingkuhan itu.
“Apakah aku akan gila karena cinta, betapa memalukannya diriku. Apakah aku akan bunuh diri hanya karena cinta, betapa memilukannya diriku. Apakah aku akan menerima dia kembali kepangkuanku, betapa bodohnya diriku. Apakah aku akan segera memutuskannya dalam kehidupanku, betapa bersangka-sangkanya diriku. Apakah aku akan melupakannya dalam kehidupanku, betapa naifnya dirtiku. Apakah aku akan selalu mengingatnya dalamm kehidupanku, betapa bijaksananya diriku. Apakah aku akan memaafkannya, betapa dewasanya diriku,” Ani bermonolog.
Shinta mengendarai sepeda motornya menuju ketempat favoritnya, diujung kota, dimana ada jembatan yang panjang, disana dapat melihat sungai yang lebar dengan air yang jerih sehingga ikan-ikan kelihatn dengan jelas. Dapat melihat hutan rimba dengan dedaunan yang kehijauan nsangat menyejukkan hati yang melihatnya. Dapat melihat nelayan yang sedang menjala ikan dan banyak orang memancing ikan di sungai itu. Dapat meliaht lalu lalang kendaraan bermotor dengan kecepatan sedang.
Shinta semakin kencang mengendarai sepeda motornya, sampai batas normal mengendarai sepeda motor di jalan umum. Pikirannya semakin kacau memikirkan tentang masa lalunya bersama Bambang, tentang impian bersamanya, tentang masa depannya. Dan dia hilang kendali dalam mengendarai sepeda motornya dan di jalur yang berlawanannya mobil dengan kecepatan sedang melaju dari arah jembatan, dan tabrakan pun tidak dapat dihindarkan. Shinta terkapar berlumuran darah dari kepalanya dan seluruh tulang kaki dan pahanya remuk. Dia pun meninggal dunia di jembatan yang menjadi tempat favoritnya sekaligus sebagai tempat dia pulang ke sisi Tuhannya.
Suasana duka menyelimuti teman-temannya, dan keluarga yang sangat merasa kehilangan.
“Kenapa meninggalmu begitu cepat, Shinta, kamu masih muda, masa depan ada didepanmu kebahagian belum kau raih, pahit manis hidup belum kau rasakan sepenuhnya Shinta, kenapa meninggalmu begitu tragis? Tragis sekali, apakah arti hidup bagimu, anakku?” tangis Ibu Shinta
***
Hand phone Bambang berdering dan dilayar HP tertulis Dita. Setelah diangkat Bambang, Dita menceritakan tentang hal ihwal Shinta meninggal dunia, dengan deru isak tangis, dan dia minta maaf karena telah menceritakan tentang perselingkuhan antara Bambang dengan Ani kepada Shinta.
Wajah Bambang sedikit masam memandang wajah Ani yang berada tepat berada di depannya. Sedih terpancar dari wajahnya yang tidak dapat disembunyikan.
“Apakah permainanmu sudah berakhir?” tanya Ani.
“Belum,” jawab Bambang.
“Mari kta lanjutkan permainan dalam kehidupan ini denganku, tinggalkan masa lalumu, tanggalkan Bambang yang dulu gantilah dengan Bambang yang baru. Dan Bambang yang sekarang harus siap mengahadapi dan menjalani permainan yang baru, yang lebih nyata, tidak sekedar romantika belaka,” Ani menantang.
* Penulis adalah Pimpinan Umum Mimbar Mahasiswa

No comments: