Thursday, June 04, 2009

Manajemen Kematian dalam Persepsi Asuransi

Ada kisah menarik yang perlu dicermati. Ketika itu, teman saya yang baru kembali dari Amerika Serikat setelah menyelesaikan studi master di bidang kajian Asia Tenggara, bercerita tentang banyak hal. Salah satu cerita paling menarik darinya, adalah mengenai mengenai asuransi di Negeri Paman Sam tersebut.

Menurut teman saya itu, hampir sebagian besar teman-teman saya yang ada di AS tersebut telah memiliki asuransi, baik asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi mobil, dan asuransi rumah. Dia bercerita bahwa jika warga negara AS memiliki asuransi, maka benar-benar kerepotan dalam mengurus kehidupannya. Tidak ingin repot dan memudahkan semua urusan, banyak warga AS pun mengasuransikan dirinya dan segala yang dicintainya.

“Mereka beranggapan bahwa asuransi merupakan bentuk kasih sayang terhadap orang atau sesuatu benda,” kata temanku itu. Kasih sayang bukan direalisasikan dalam pembentukan uang, kasih sayang dapat diungkapkan dalam bentuk yang berbeda, salah satunya adalah asuransi.

Dengan fondasi kasih sayang, orang tidak ingin membiarkan orang yang disayangi itu terluka atau terkena musibah. Kasih sayang itu sangatlah universal. Semua orang bisa mengartikannya berbeda pengertian dan persepsi. Tak ada salahnya, jika mengaplikasikan kasih sayang itu melalui asuransi.

Menyayangi berarti memberikan perhatian. Ketika kita membayarkan premi asuransi kepada orang tua kita, saudara kandung, istri, dan anak-anak, sungguh sebuah kasih sayang yang rak ternilai harganya. Bukan melihat ukuran materi yang diberikan, namun bentuk perhatiannya. Kadang, kalau diukur dengan materi, memang tidaklah seberapa.

Satu yang menjadi permasalahan adalah pemberian pemahaman terhadap orang-orang yang akan diberi asuransi. Seperti yang dikatakan teman saya, asuransi telah menjadi kewajiban bagi warga negara di AS dan negara-negara maju. Pasalnya, pengetahuan dan pendidikan mengenai asuransi telah telah dilaksanakan sejak dini. Jika, pemahaman mengenai asuransi pun telah terpatri.

Yah, di Indonesia, pendidikan asuransi yang masih minim menjadi kita sebagai orang yang sedikit mengetahui dengan dunia itu harus memberikan pemahaman yang optimal. Kalau asuransi kesehatan, mungkin itu telah tercapai kesepahaman. Tetapi, bagaimana dengan asuransi jiwa?

Sebagian orang, ketika mendengar nama asuransi jiwa pun sedikit curiga dan tanda tanya. “Emang, kamu ingin aku cepat mati!” demikian mungkin kata-kata di hati mendengar kata asuransi jiwa. Bahkan, bisa dibilang, asuransi jiwa pun menjadi hal yang tabu, sama seperti seks. Padahal, dalam hati kecil mereka bilang, “mau-mau, tapi malu.” Susahnya lagi, ketika kita ingin memberikan hadiah berupa asuransi jiwa bagi saudara dan orang tua kita.

Terus bagaimana cara menyadarkan orang-orang terdekat kita mengenai asuransi jiwa? Tak ada salahnya menjelaskan manfaat mengenai asuransi jiwa. Melalui pendekatan emosional dan personal, saya kira orang-orang terdekat kita akan mudah menerima. Coba dulu, gagal urusan nanti.

Pertama yang bisa dijelaskan adalah mengenalkan bagaimana dengan manajemen kematian. Saya menggunakan istilah manajemen kematian karena manusia harus menyiapkan diri sebelum dijemput maut. Dengan manajemen kematian, orang pun tidak hanya bersiap dalam hal spiritualitas, tetapi juga materi.

Kok aneh? Kematian perlu diatur juga. “Harus!” Kematian itu pasti terjadi! Dengan memberikan pengetahuan tentang manajemen kematian, orang-orang akan berpikir seribu kali tentang persiapan kematian. Maklum, takdir kematian tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.

Saya pikir, manajemen kematian telah diterapkan oleh kalangan tertentu di Indonesia. Terutama kalangan orang kaya, mereka telah berinvestasi dengan membeli tempat pemakaman pribadi di kompleks yang mewah. Seperti taman pemakaman eksklusif San Diego Hills (SDH) yang dikembangkan Lippo Group, di Kerawang Barat, Jawa Barat, mampu diminati kalangan high end. Umumnya, kalangan high end telah menerapkan prinsip-prinsip manajemen kematian.

Jika memang telah berpikir tentang makam, bisa dipastikan mereka telah menjadi anggota asuransi jiwa. Sayangnya, kalangan menengah di Indonesia yang masih berpikir seribu kali mengenai asuransi jiwa. Apalagi, mengenai pembelian kampling tempat pemakaman, sangatlah mustahil.

Manajemen kematian juga menyintil semua orang dunia mengenai apa yang bisa ditinggalkan atau diwariskan kepada anak dan cucu. Bagi yang memiliki kekakayaan berlimpah, hal tersebut tidak menjadi masalah. Bagi yang memiliki ilmu, telah mewariskan ilmu bermanfaatkan pada anak dan cucu untuk diteruskan.

Tidak ada salahnya, jika meninggalkan dunia yang fana itu, orang juga meninggalkan asuransi jiwa. Orang yang telah mendaftar asuransi jiwa karena ingin kasih sayang dengan anak dan cucu yang ditinggalkannya. Bentuk perhatian berupa peninggalan asuransi juga memberi makna tersendiri bagi orang-orang ditinggalkannya. Minimal, dengan manajemen kematian, hidup akan lebih terukur dan terencana.

Yang jelas, perlunya pemahaman tentang asuransi merupakan hal yang sangat penting. Agar kita bisa menggeser persepsi orang bahwa asuransi jiwa adalah doa agar orang yang ikut asuransi cepat meninggal. Sehingga, orang yang ditinggalkannya bisa mendapatkan uang asuransinya. Kita harus bisa menghapuskan persepsi tersebut dari pandangan orang-orang di sekitar kita. Saya optimis dengan mengenal manajemen kematian, orang akan semakin terbuka dan tidak lagi memposisikan asuransi jiwa sebagai hal yang tabu.

Asuransi Jiwa untuk Semua

Dalam situs bumiputera.com disebut bahwa hanya 10% masyarakat yang memiliki asuransi. Sungguh ironis! Seperti yang dikutip dari Neraca edisi Jumat 22 Mei 2009, minimnya minimnya kesadaran masyarakat untuk berasuransi memang bukan rahasia lagi, dan upaya mendongkrak kesadaran tersebut kini menjadi fokus utama perusahaan asuransi. “Rendahnya kesadaran tersebut disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah premi yang mahal sehingga asuransi dimasukkan ke dalam kebutuhun tersier,” demikian dikutip dari bumiputera.com.

Idealnya, asuransi itu menjadi hak bagi semua warga negara. Memang hal itu sangat mustahil karena kesehatan dan pendidikan pun yang seharusnya menjadi kebutuhan pokok bagi warga negara, tidak ada jaminan. Kalau ada pemimpin yang mau memberikan jaminan asuransi jiwa bagi warganya, itu baru patut diacungi jempol! Pemimpin yang bukan hanya berpikir mengenai masa depan warganya, bukan hanya kepentingannya semata.

Alangkah sempurna dunia ini jika semua manusia di dunia ini dilindungi oleh asuransi jiwa.

“Asuransi Jiwa untuk Semua Jiwa.”
Asuransi bukan lagi menjadi kebutuhan tersier atau kebutuhan mewah. Melainkan, asuransi itu layaknya nasi dan roti. Tanpa asuransi, manusia tidak akan hidup. Walaupun itu terkesan imajiner, tetapi mimpi adalah mimpi. Mimpi adalah doa yang suatu saat bisa saja akan terlaksana.

Memang “Asuransi Jiwa untuk Semua Jiwa” seperti ada di dunia khayalan. Selama ini, yang sata tahu, hanya negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang memberikan jaminan pendidikan gratis, asuransi kesehatan, sampai dengan subsidi bagi warga penganguran dan miskin. Bagaimana dengan asuransi jiwa?

Pilih Terpercaya

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana memilih polis asuransi yang tepat. Sebagai orang awam dalam dunia asuransi, saya berpandangan pada beberapa hal yang baku dalam pemilihan perusahaan asuransi.

Jelas sekali, yang pertama adalah perusahaan yang memiliki catatan, reputasi, dan kredibilitas baik. Ingat, iklan di media bukan hal utama yang menjadi perhatian untuk memilih perusahaan asuransi. Biasanya, perusahaan yang memiliki kredibilitas bagus adalah perusahaan yang telah lama dan mengakar, terutama di Indonesia.

Bahkan, ada mitos di masyarakat awam, jika ingin memilih perusahaan asuransi adalah perusahaan yang paling lama beroperasi. Kenapa? Waktu telah membuktikan kesuksesan atau kegagalan sebuah perusahaan. Jika perusahaan asuransi telah lama dan mengakar, pastinya akan dipercaya oleh nasabah-nasabah.

Salah satu contohnya adalah Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912, disingkat Bumiputera, adalah perusahaan asuransi jiwa milik Bangsa Indonesia yang pertama dan tertua. Seperti dikutip dari bumiputera.com, didirikan di Magelang, Jawa Tengah, pada 12 Februari 1912, perusahaan ini pada mulanya merupakan wadah Persatuan Guru-Guru Hindia Belanda (PGHB) untuk mengayomi nasib guru-guru bumiputera (pribumi). Perintis Bumiputera adalah Mas Ngabehi Dwidjosewojo, seorang guru sederhana yang juga Sekretaris Pengurus Besar Budi Utomo - organisasi modern pelopor gerakan kebangkitan nasional.

Kini, setelah lebih dari sembilan dasawarsa, Bumiputera tumbuh berkembang mengarungi pasang surut zaman serta gelombang perjalanan negara dan bangsa. Hebatnya, hingga kini mantap sebagai pemimpin pasar industri asuransi jiwa Indonesia. Didukung lebih dari 2500 karyawan, 23.000 agen dengan jaringan lebih dari 450 kantor operasional di penjuru nusantara, Bumiputera kini dipercaya melindungi lebih dari 7 juta jiwa rakyat Indonesia. Anda masih ragu? Tentunya tidak!

Selain itu apa? Jelas, pilihlah perusahaan asuransi yang memiliki laporan keuangan yang sehat. Salah satu ikon dalam melihat perusahaan tersebut sehat atau tidak, Anda bisa menanyakan tentang Risk Base Capitalnya (RBC). Secara umum, catatan minimal untuk perusahaan Asuransi Jiwa yang sehat RBC minimalnya adalah 120%.

Saran tentang pemilihan perusahaan asuransi yang dikutip dari melekasuransi.wordpress.com antara lain, teknologi canggih juga bisa menjadi parameter. Pilihkan perusahaan asuransi yang telah mengaplikasikan teknologi informasi. Dengan demikian, Anda dapat mengecek pembayaran polis dan klaim dengan cepat tepat. Selain tentunya, pelayanan yang ramah dan profesional. Satu hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah jeli dalam melihat premi yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi. Jangan terjebak dengan premi yangm murah. (andika hendra mustaqim)

kredit foto: asuransijiwaku

No comments: