Friday, April 24, 2015

Rajanya Hortikultura

Sekitar enam tahun lalu, saya kebetulan mudik ke kampung halaman. Cuti sejenak dari rutinitas kantor yang menyita waktu dan pikiran. Menjalin silaturahmi dengan keluarga dan teman lama. Ternyata, di situlah saya menemukan satu pencerahan yang luar biasa yang menyadarkan jiwa. Yah, pengalaman sepele namun menggugah pemikiran saya tentang apa yang bisa saya lakukan di masa mendatang. Apa itu? Balik ke kampung dan menjadi petani. Adalah Murni, seorang teman SMA saya. Seorang sarjana pertanian dari UNS Solo. Ketika kebanyakan kawan-kawannya memilih untuk merantau ke Jakarta, termasuk saya, selepas lulus kuliah, Murni tidak demikian. Dia tetap kembali ke kampung. Dan dia menjadi petani. Dia tak malu. Dia berani. Padahal dia seorang perempuan. “Saya lahir di keluarga petani. Aku ingin mati pun saat aku jadi petani. Tani itu hidupku,” yakin Murni kepadaku. Aku hanya bengong. Ketika ada tawaran menjadi PNS di Dinas Pertanian, Murni masih bertahan dengan pilihan dengan menjadi petani. Ketika ada ajakan dari dosennya untuk menjadi asistennya, Murni tetap menetapkan diri dengan pilihan hidupnya. Tawaran untuk bekerja di Jakarta sebagai peneliti pun ditampiknya. “Menjadi kaya itu tidak harus bekerja di Jakarta! Siapa bilang petani tak bisa kaya! Kaya itu bukan masalah harta. Tetapi yang penting kaya itu bisa menikmati hidup dan memberi manfaat!” nasehat Murni kepada saya. Murni itu seorang perempuan. Bukan lelaki. Visinya yang agung ternyata terwujud dalam waktu empat tahun. Bukan waktu yang singkat. Dia sudah menjadi bos! Sudah memiliki brand! Sudah punya karyawan! Asetnya sudah banyak. Dia membuktikannya kepada saya dan kawan-kawannya. Kalau jadi petani itu pilihan tepat! Jadi petani bukan pilihan yang salah! “Kapan kamu jadi petani?” tantang Murni kepada saya setiap saya berkunjung ke ladang milik Murni yang terhampar luas. Saya sengaja tak menjawabnya. “Nunggu pensiun?” ejek Murni lagi. Saya mencoba tersenyum dan menghindari jawaban itu. “Nunggu punya modal?” sindir Murni lagi. Saya hanya melihat hamparan kebun kacang panjang milik Murni yang terhampar luas. “Aku ajarin agar kamu sukses jadi petani! Tetapkan berinovasi. Itulah kuncinya!” yakin Murni. Saya tersentak. Hanya diam. Aku tak berkutik. Hanya mengamini saja. Murni memang berinovasi. Ketika banyak orang di kampungnya mengembangkan pertanian organik, dia memulainya. Ketika banyak petani di kampungnya menjual hasil bumi ke tengkulak, Murni memilih memasarkannya sendiri. Ketika banyak orang masih terjebak dengan retenir, dia mendirikan koperasi untuk para petani! Ketika banyak petani terjebak dengan tradisi, Murni berinovasi dengan memadukan antara ilmu pengetahuan dengan pertanian. Dan saya teringat dengan pernyataan Murni ketika membaca berita tentang hortikultura di Belanda. Tepatnya profil tentang Rob Baan, CEO Koppert Cress. Ternyata, inovasi adalah kuncinya dalam mengembangkan pertanian. Selama ini, di otak saya, yang namanya pertanian identik dengan kuno, tradisi, dan turun temurun. Paling-paling inovasinya hanya traktor dan kombinasi pupuk. Ternyata tidak! “Untuk menjadi pelopor di hortikultura seharusnya berkonsentrasi pada produk yang segar yang mengandung diet sehat dan obat penyakit seperti kanker dan diabetes,” kata Rob Baan, yang saya kutip dari webnya langsung www.koppertcress.com. Rob sukses mengembangkan perusahaannya dengan memproduksi herbal dengan kualitas tinggi di Belanda. Teknologi juga dikembangkan untuk mendukung hortikulturanya dengan spesifikasi di bidang herbal aromaterapi. Apa saja inovasi yang diterapkan Rob? Rob tidak menggunakan lampu LED untuk menerangi kebun rumah kacanya. Namun, dia membeli lampu yang mampu bertahan 20 tahun. Warna lampu yang dipilihnya adalah merah muda, bukan hijau. Untuk mengurangi biaya energi, Rob tidak menanam herbalnya dengan tanah, tetapi dia menggunakan popok yang mampu menyerap air dengan baik. Tidak ada tanah sama sekali yang digunakan Rob dalam menanam herbalnya. Dia mengembangkan selulosa putih yang dijadikan sebagai media untuk penanaman herbalnya. Tidak berhenti sampai di situ saja, Rob juga mengemas produk tanaman herbalnya di dalam kotak ketika dikirim ke pelanggannya. Satu kotak terdiri dari 16 kup tanaman dengan rasa yang berbeda-beda. Tanaman itu dapat bertahan hidup selama beberapa pekan. Kotak herbal itu diekspor ke 70 negara. Misi pendidikan yang diajarkan Rob adalah mengajak masyarakat untuk mengonsumsi herbal yang sehat untuk mencegah penyakit berbagai penyakit berbahaya. Ternyata itu bisa dihadirkan tanaman herbal. Bukan herbal yang telah kering dan dikemas layaknya obat. Rob menghadirkan herbal dalam kondisi segar sehingga memberikan manfaat yang lebih terasa dibandingkan dengan kemasan olahan. Untuk mewujudkan mimpinya seperti saat ini, Rob membutuhkan waktu dan proses yang lama. Selama 25 tahun, dia berkeliling dunia, khususnya Asia. Di sanalah pulalah dia menermukan inspirasi. “Saya kagum dengan tekstur dan rasa sayuran Asia yang tak dimasak,” katanya. Dari situlah, dia menemukan inspirasi untuk memproduksi sayuran yang sehat dan langsung dalam dimakan. Memang tidak bisa dibandingkan antara apa yang dilakukan Rob dan Murni. Masih bumi dan langit. Saya kagum dengan Rob yang notabene sudah goes international dengan inovasinya. Tapi saya tidak akan meremehkan Murni yang terus berinovasi. PING Saya melihat ponselku. Ternyata Murni mengirimkan pesan. Kapan balik kampung? Pertanyaan yang dikirim Murni. Saya sengaja tak menjawabnya. Masih nunggu pensiun kalau jadi petani? Provokasi Murni. Inovasi, jangan nunggu takdir Tuhan. Sindir Murni. Referensi Teks: 1. http://www.biobasedpress.eu/2013/12/rob-baan-koppert-cress-horticulture-should-be-more-innovative/ 2. http://centraleurope.koppertcress.com/en/content/cressformation-4 Referensi Foto: stichtingsamensterk.nl

Raja Belanda Rajanya Air

Pada 30 April 2013 silam, seperti biasa saya mengakses situs berita BBC. Bukan sekedar ingin tahu tentang berita internasional yang sedang tren. Tapi kebutuhan. Adalah saya sangat terkejut ketika membaca berita pelantikan Raja Belanda Willem-Alexander. Setelah dilantik, biasanya raja baru akan pawai keliling kota. Umumnya mereka mengenakan kereta kencana dengan kuda yang kekar. Tapi saya tak melihat hal itu pada perayaan pelantikan Raja Belanda Willem-Alexander. Apa yang terjadi? Pawai penyambutan raja baru itu dilakukan di sungai! Aneh bukan main. Maklum, aku belum pernah ke Belanda. Di Indonesia, sungai identik dengan kotor dan jorok. Segala sesuatu yang bersifat buangan dan sampah diidentikkan dengan sungai. Tapi, pawai raja baru justru dilakukan di Belanda. Berarti orang Belanda memiliki pola pikir dan persepsi yang berbeda tentang sungai. Buktinya pawai raja baru saja digelar di sungai! Adalah Sungai IJ di Amsterdam yang digunakan sebagai lokasi raja baru Belanda itu menyambut rakyat yang mengucapkan selamat dan mengelu-elukan. Saat saya melihat video pawai itu di YouTube, saya dibuatnya merinding. Lebih dari 200 kapal yang dihias dengan mayoritas warna orange ikut dalam pawai itu. Sepanjang tepian sungai, ribuan warga Belanda melambaikan tangan dan berteriak histeris menyambut haru raja baru mereka. Saya pun membayangkan bagaimana jika perayaan pelantikan presiden Indonesia mendatang, tidak menggunakan kereta kencana dan mengeliling jalanan protokol di Jakarta. Bukan mencontek dan meniru. Akan sangat atraktif jika perayaan presiden Indonesia diarak dengan menggunakan kapal di Sungai Ciluwung yang membelah Jakarta. Saya menjamin orientasi Indonesia tidak lagi ke darat, tetapi ke air, bisa sungai dan laut. Apalagi, program pemerintah berkuasa di Indonesia berorientasi ke air, terutama maritim. Maaf, itu hanya saran saya sebagai warga negara biasa. Ternyata dalam pelantikan Raja Willem-Alexander juga diperdengarkan sebuah lagu yang didedikasikan untuk raja baru itu. Lagu itu cukup bagus, menurut saya. Meskipun, lagu cukup mendapatkan kritikan pedas di Belanda. Saya tak membahas hal itu, karena saya tidak suka mengkritik karya orang, saya lebih suka berkarya. Judul lagu penghormatan itu berjudul "Het Koningslied" atau diterjemahkan dalam bahasa Inggris “King's Song”, saya terjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi “Lagu untuk Raja”. Lagu itu dinyanyikan Marco Borsato dan Trijntje Oosterhuis dengan alunan rap dari Lange Frans. John Ewbank merupakan pencipta lagu tersebut. Saya tak mampu menjelaskan kepiawaian mereka, karena saya tak mengenal mereka. Maaf... Lagu versi bahasa Belanda itu saya dengarkan dan saya rasa cukup asyik. Tapi, karena saya tak paham Bahasa Belanda, saya memilih mencari terjemahan dalam Bahasa Inggris. Dan itu saya temukan di situs berita DutchNews. “I will build a dyke with my bare hands / And keep the water away from you.... The W for water we won’t give way to / We’ll drain it and build dykes...” demikian beberapa bait dalam lagu itu. Saya mencoba menerjemahkan dalam Bahasa Indonesia. “Saya akan membangun bedungan dengan tangan kosong / Anda menjauhkan air dari kamu.... W untuk air, kita tidak akan kalah/ Kita akan membedungnya dan membangun bendungan...” Berdasarkan analisis lagu itu, secara kasat mata sangat jelas, salah satu tanggungjawab utama seorang Raja Belanda adalah mengurusi air. Faktanya? Raja Willem-Alexander adalah seorang pakar manajemen air. Salut untuk Sang Raja. Kepakaran dalam bidang manajemen air itu ditunjukkan Willem-Alexander dengan keterlibatannya secara aktif dalam manajemen air baik di tingkatan Belanda hingga dunia. Pada 2000, dia ditunjuk sebagai kepala Komisi Manajemen Air Terintegrasi Belanda. Salah satu kontribusi nyata Willem-Alexander adalah Program Delta yang sukses menyelamatkan Belanda dari dampak perubahan iklim. Apa itu Program Delta? Dalam satu paragraf saya berusaha menjelaskannya. Program Delta merupakan proyek raksasa membendung Laut Zuiderzee dengan tanggul sepanjang 30 km. Program itu telah dimulai sejak 1937 dan terus berkembang sekarang. Terbosan inovatif yang dilakukan Willem-Alexander adalah mendirikan "Future Fund" untuk memberikan kredit bagi pengusaha kecil dan menengah. Menariknya, hasil dari "Future Fund" akan digunakan untuk membiayai penelitian dasar dan terapan, khususnya berkaitan dengan teknologi Delta. "Teknologi Delta merupakan salah satu sektor inovasi yang mampu menyelamatkan Belanda dari banjir," klaim Willem-Alexander pada pidato kenegaraan pada 16 September 2014 silam. Inovasi Delta menjadikan Belanda sebagai pemimpin di bidang manajemen air. Boleh saya katakan, berkat inovasi Delta juga, Raja Belanda merupakan satu-satunya pemimpin dunia yang ahli dalam bidang manajemen air. Bukan hanya jaminan inovasi yang diberikan Willem-Alexander. Dia juga menjamin Program Delta akan memiliki anggaran yang cukup. "Delta akan membuat negara kita semakin aman dan memberikan sektor air Belanda semakin kuat," janjinya. Raja Willem-Alexander memang selalu menekankan pentingnya inovasi. Belanda memang identik dengan inovasi sejak dahulu kalu. Inovasi itulah yang menjadikan produktivitas orang Belanda lima kali lipat lebih tinggi dibandingkan negara-negara Eropa lainnya. Menakjubkan! Bagaimana dengan Indonesia? Hanya jadi penonton atas kesuksesan Willem-Alexander memimpin inovasi Program Delta? Tidak. Pada September 2013, Jakarta telah menjadi sister city dari Kota Rotterdam yang ditandatangani oleh Walikota Rotterdam, Aboutaleb, dan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Ketika posisi gubernur dilanjutkan kepada kerjasama itu tetap dilanjutkan oleh Basuki Tjahaja Purnama. Fokus kerjasama adalah mengintegrasikan pengelolaan air perkotaan, termasuk pengembangan kapasitas dan pertukaran pengetahuan. Referensi Teks: 1. http://www.hollandtrade.com/media/features/special-reports/investiture/?bstnum=5226 2. https://www.rabobank.com/en/about-rabobank/background-stories/food-agribusiness/royal-vision-on-innovative-future-of-farming.html 3. http://www.nesoindonesia.or.id/berita/2014/september/jakarta-dan-rotterdam-perkuat-hubungan-dalam-pengelolaan-air-perkotaan Referensi Foto: www.hollandtrade.com