Tuesday, January 08, 2013

Mimpi Berbatik Terbukti

Pada waktu saya masih kuliah di Malang, ketika saya memakai baju batik, oleh kawan-kawan pasti disindir: “mau ke hajatan toh?”. Menanggapi sindiran tersebut, saya hanya tersenyum saja. Saya sama sekali tidak marah. Di dalam hati, saya hanya berdoa bahwa suatu hari nanti orang yang memakai batik adalah orang terhormat dan memakai batik adalah suatu kewajiban. Saya masih ingat doa itu saya panjatkan ketika saya berstatus mahasiswa pada tahun 2001. Meski koleksi baju batik saya sangat terbatas, tetapi saya kerap mengenakannya ketika mengikuti perkuliah. Saat itu, setiap mahasiswa yang memakai batik pasti mendapatkan mencuri pandangan. Itu asyiknya. Saya pun tetap percaya diri meski banyak mahasiswi yang melirik dan mengamatiku. Kadang, muncul gede rasa (ge-er) di dalam hati. Tapi apa aku salah? Tidak! Saya ganteng kok, apalagi kalau memakai baju batik. Kecintaaku memakai baju batik bukan saja karena sekedar suka. Tetapi saya memiliki alasan yang sangat masuk akal dan diterima semua pihak. Alasan pertama, saya memakai batik adalah nasionalisme. Batik adalah khazanah bangsa yang harus dilestarikan. Batik bukan hanya ada di Jawa. Tapi, berbagai wilayah di Indonesia memiliki batik dengan coraknya masing-masing. Saat kuliah, saya dapat mengatakan teman-temanku yang kerap mengejek ketika saya mengenakan batik itu tidak memiliki nasionalisme sama sekali. Mereka seharusnya malu. Nasionalisme adalah identitas. Baju juga adalah identitas. Identitas itu dapat ditunjukkan dengan memakai baju batik. Alasan kedua, saat masih kuliah, saya memakai batik karena tidak mainstream atau tidak tren. Saya menyukai sesuatu yang tidak tren. Mengikuti tren sama saja menjadi follower. Saya ingin menjadi pioneer. Dengan demikian, saya berani beda. Meskipun, saya tetap berdoa kalau suatu hari nanti batik bakal menjadi mainstream. Alasan ketiga, saya ingin menunjukkan bahwa saya adalah baju batik tidak terlalu mahal. Batik itu menawarkan harga dari paling rendah sampai paling tinggi. Bagi mahasiswa, baju batik sangat sesuai dengan kantong saya.
Dan... Doa saya mengenai batik ternyata dikabulkan oleh Sang Pencipta. Saat batik berusaha diklaim oleh Malaysia, seluruh masyarakat Indonesia geram. Saat itu juga, sebagian masyarakat yang latah langsung menyukai batik dan mengenakannya setiap waktu. Sata itu juga, batik menjadi identitas nasional. Padahal, dari jaman mahasiswa, batik adalah identitasku. Apalagi, pemerintah pun memaksa para pegawai untuk mengenaikan batik setiap hari Jumat. Hingga Jumat pun disebut sebagai hari batik nasional. Apakah itu suatu pemaksaan? Saya pikir benar. Tetapi pemaksaan yang positif. Dari dulu, saya mengenakan baju batik tanpa perlu diperintah dan dipaksaan. Itu disebabkan saya mengenakan baju batik. Kini, batik bukan hanya konsumsi orang tua. Pas jaman kuliah saya, batik lebih sering dikenakan oleh bapak-bapak dan ibu-ibu arisan. Anak muda pun banyak yang gandrung dengan batik. Dapat saya katakan kalau batik kini sudah menjadi wabah yang telah menjangkiti anak muda. Saya senang, karena tidak ada lagi sindiran bagi orang yang mengenakan batik. Hebatnya lagi, baju batik pun disejajarkan dengan pakaian resmi seperti setelah jas. Ketika saya diundang dalam acara kedutaan besar atau acara resmi kementerian, dress code tertulis batik atau jas formal. Ini menunjukkan adanya kesetaraan antara batik dan pakaian formal. Dan... Berbatik itu pun tak menjadi suatu hal yang sulit. Karena membeli batik saat ini lebih mudah. Anda tinggal klik di internet. Dan tersedia berbagai toko online yang menjual berbagai macam batik. Tren itu disebut dengan batik online. Bukan hanya membeli baju biasa yang bisa online. Tetapi, batik online lebih banyak menyediakan berbagai pilihan. Tinggal klik dan belanja deh. Dengan berbelanja batik online, para penggemar batik, seperti saya, tidak perlu repot-repot mengunjungi toko batik atau pun butik batik. Anda cukup duduk di meja, melalui laptop atau pun tablet, dua atau tiga hari kemudian, batik pesanan Anda bakal sampai di rumah. Begitu mudah bagi penggemar batik. Berbeda ketika jaman saya masih kuliah. Saya harus membeli batik di Pekalongan. Itu pun harus tawar menawar setengah mati. Capek dan pusing.
Tuhan mendengar mimpi berbatik saya. Tuhan membuktikan mimpi berbatik saya menjadi sebuah kenyataan. Terima Kasih Tuhan. Mimpi Berbatik Saya Terbukti!